Jumat, Maret 29, 2024

Wabah dan Catatan Para Sarjana Islam

Syafiq Hasyim
Syafiq Hasyim
Pengajar pada FISIP UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta dan Visiting Fellow pada Indonesia Programs ISEAS Singapore. Tulisan ini merupakan pandangan pribadi.

Wabah (plague) sudah lama terjadi sebelum Islam diturunkan di tanah Mekkah. Bahkan sejak 430 (BC), wabah telah terjadi di Atena sebagaimana dilukiskan oleh Thucyidides, yang menyebabkan Pericles mati, kemudian wabah Antonine di masa folosof Galen yang melanda imperium Roma sekitar 169-196 BC, yang memakan Marcus Aurelius.

Demikian wabah terjadi sejak lama. Lalu, banyak wabah yang terjadi di sekitar Syiria, Mesir, Libya dan beberapa negara yang sekarang menjadi pusat Islam. Pada era yang dekat sebelum Nabi Muhammad lahir (570 M), wabah Justinian –karena terjadi pada masa imperium Justinian, Byzantinem–terjadi tepatnya pada 541 M. (Baca buku Leter K. Little (editor) Plague and the End of Antiquity, The Pandemic of 541–750, Cambridge University Press, 2007).

Bahkan pada era Nabi Muhammad, wabah Syirawaih terjadi di Persia, 627-628 M. Karenanya, tidak mengherankan jika Nabi Muhammad banyak merespon wabah-wabah ini dalam hadis-hadis. Seterusnya, pada zaman Umar bin Khatab, wabah Emmuas (Amwas) terjadi dan memakan korban 25,000 ribu nyawa(17 H), lalu wabah Kufah terjadi pada tahun 49 H, wabah Mesir terjadi pada tahun 66 H, wabah Jarif terjadi di Basrah pada 67 H, wahah Fayatat di Basrah terjadi sekitar tahun 82 H dan memakan banyak korban anak muda dan masih banyak lagi.

Pelbagai peristiwa wabah itu banyak menimbulkan karya-karya dari kalangan sarjana Islam baik yang sudah kita kenal maupun belum, baik yang sudah dicetak, manuskrip bahkan yang pernah disebut oleh kitab-kitab lain namun ternyata hilang (mafqud). 

Respons sarjana Islam

Pada masa Nabi, sahabat, tabi’in (generasi ketiga) respon tertulis –ilmiah– terhadap terhadap pelbagai peristiwa wabah ini belum terjadi. Buktinya, kita tidak memiliki kitab atau bahan tertulis –selain dalam bentuk hadis dan atsar—tentang wabah. Pada masa itu kita tidak menemukan karangan tertulis soal detil wabah-wabah yang menggejala tersebut. Hal ini bisa dimaklumi karena generasi Nabi, sahabat dan tabi’in adalah generasi awal.

Respon atas wabah (tha’un) secara tertulis baru terjadi sekitar setelah tahun 220 H. Hal ini merespon dua wabah yang terjadi pada tahun 221 H di Basrah dan wabah yang terjadi pada tahun 249 H yang terjadi di Iraq.

Filosof Islam, al-Kindi (w. 254 H) adalah generasi awal yang memulai menulis masalah ini. Al-Kindi menulis tiga karangan yang semuanya hilang sekarang (mafqud). Ketiga karangan yang hilang tersebut berjudul Fi al-akhbarat al-mashlahah (al-mushlihah) lil juwwi mina al-waba’ (al-awba’), Risalah fi idlakh al-‘illat fi al-sama’im dan Risalah fi al-adawiyyah al-musyfiyah min al-rawa’ih al-mu’dziyyah.

Meskipun karya-karya al-Kindi tidak ditemukan, namun karya-karya tersebut selalu dikutip oleh generasi sarjana Islam berikutnya. Setelah al-Kindi, Ibn Abi al-Dunya (w. 281) –sarjana Islam yang banyak menulis tentang sufisme—juga menulis risalahnya dengan judul Kitab al-tawa’in. Namun sayang sekali, kitab ini juga belum ditemukan sampai sekarang. Pada tahun 300 H, seorang Kristiani yang bernama Qista bin Luqa’ al-Ba’labki, menyumbangkan tulisan berjudul Kitab al-a’da’ (kitab tentang para musuh).

Kemudian pada generasi berikutnya, Abu Bakar al-Razi (w. 313) menulis dua kitab penting (1) al-Sabab fi qatl al-rih al-samum akstar al-hayawan dan (2) al-Risalah al-waba’iyyah, sayang keduanya masih dalam bentuk manuskrip (mahtutat). (Baca juga Ibn Nadim, Kitab al-fihrisat, Dar al-kutub al-‘ilmiyyah: Beirut, 1971, h. 690). Abu Bakar al-Razi ini memang seorang sarjana bidang medis generasi awal Islam, sebelum Ibn Sina (w. 428 H). Ibnu Sina sendiri menulis Daf al-madlar al-kulliyah ‘an al-abdan al-insaniyyah, ditahqiq oleh Zuhair al-Baba, Ma’had al-turats al-arabi, Aleppo University.

Selain Qista bin Luqa’ di atas, dari kalangan Kristen ada Abi Sahal a-Masihi (w. 401) yang menulis Risalah fi tahqiq amri al-waba’ wa al-ikhitraz minhu idza waqa’a, risalah ini berisi tentang bagaimana menivestigasi dan mengobati ketika endemi terjadi), karya ini di-tahqiq oleh Lutfi Qari dari Kuwait University.

Karya-karya pada abad berikutnya juga masih banyak, namun di antara yang paling dikenal adalah risalah Ibn Wardi, al-Naba’ ‘an al-waba’. Ibn Wardi adalah karya penanda abad 8 H, meskipun abad ini sebenarnya banyak menghasilkan karya-karya tentang tha’un dan waba’ misalnya berjudul Juz’un wa al-tha’un karya Badr al-Din al-Zarkasyi (w. 794 H). Karya ini banyak dirujuk oleh Ibn Hajar al-‘Asqalani namun sayang sekali karya ini juga hilang.

Ibn Hajar al-‘Asqalani

Banyak sekali kitab dan karya tulis tentang penyakit pandemi dan endemi yang ditulis oleh para sarjana Islam sebelum Ibn Hajar al-Asqalani, namun dalam dalam konteks wacana keislaman di Indonesia, karya Ibn Hajar al-Asqalani (w. 852 H) yang berjudul, Badzl al-ma’un fi fadli al-tha’un dan al-Du’a fi al-tha’un kini menjadi perbincangan. Mungkin karena Ibn Hajar al-‘Asqalani memang sudah dikenal oleh para ulama kita karna karyanya Fath al-bari.

Dalam satu generasi sekitar abad abad 9 H, segenerasi Ibn Hajar al-‘Asqalani juga banyak karya-karya tentang wabah yang dihasilkan. Misalnya, Abi al-Hasan Ali bin Abdullah bin Muhammad al-Haidur al-Fasi (w. 816) menulis karya berjudul Maqalat al-hukmiyyah fi al-amradl al-waba’iyyah. Konon maqalah ini masih tersimpan sebagai manuskrip di Yayasan ‘Ilal al-Fasi dan Khazanah Abd al-Hadi dan Maktabah al-Ma’had al-Islami. Masih ada banyak karya yang lainnya, baik yang sudah dicetak, masih dalam bentuk manuskrip, namun juga masih banyak juga yang mafqud pada abad 9 H ini. Mafqud di sini berarti belum ditemukan, namun kitab ini disebutkan di dalam kitab-kitab sezaman atau setelahnya.

Pada abad 10 H, dimana terjadi wabah di Baitul Maqdis dan sekitarnya (969 H, 980 H, 987 H, dan 995 H), respon kalangan sarjana Islam terhadap masalah ini juga tinggi. Ibn Abi Syaraf Muhammad bin Muhammad al-Maqdisi al-Syafi’i (w. 906) menulis Fatawa fi al-tha’un, di mana kitab ini masih tersimpan sebagai manuskrip di Cambridge.

Ulama dari madzhab Hanbali yang bernama Ibn al-Mubarrid al-Hanbali (w. 909 H) menyumbangkan dua karya, Kitab al-thawa’un (masih berbentuk manuskrip, tersimpan di perpustakaan Ahmad al-Tsalist) dan Funun al-mannun wi al-waba’ wa al-tha’un (kitab ini dalam status mafqud).

Baru kemudian Imam al-Suyuti (w. 911), salah satu imam terbesar di lingkungan madzhab Syafi’i, juga menulis al-Wa’un fi akbar al-tha’un, ringkasan (muktashar) dari Badzl al-ma’un fi fadli al-tha’un. Pada generasi abad 10 H dan sampai masa sekarang ini masih banyak bahkan puluhan karya tulis baik sekarang yang masih dalam bentuk manuskrip dan juga mafqud yang membahas masalah wabah ini.

Karya-karya abad 14 H

Pada abad 14 H, banyak karya-karya tentang tha’un dan waba’ yang masih misterius, dalam pengertian pengarangnya tidak diketahui dan juga mafqud –belum ditemukan namun judulnya disebut di banyak kitab—dan dalam bentuk manuskrip, sebagaimana sedikut disinggung di atas.

Beberapa dari karya tersebut misalnya Risalah fi al-waba’ wa al-tha’un, tidak diketahui siapa pengarangnya, namun beberapa Salinan di Majma’ al-lughat al-arabiyat dinisbahkan Sulaiman bin Kamal Pasya (belum tentu dia pengarangnya). Karya lain misalnya al-Ma’un fi al-kalam ‘ala ma yata’allaqu bi al-waba’ wa al-tha’un, tanbih al-sa’un fi al-jin wa al-iblis wa al-tha’un, keduanya masih dalam bentuk manuskrip namun tidak diketahui siapa pengarangnya.

Di antara karya yang mafqud adalah sebuah risalah yang berjudul Jawab al-wazir fi hurmati imtina’ al-hajj an dukhul makkata inda al-waba’ al-kabir, jawaban menteri tentang ketidakbolehan mencegah haji masuk kota Mekkah ketika wabah besar. Kitab ini ditulis oleh Abd al-Hamaid bin ‘Umar Nu’aimi al-Kharbuti al-Hanafi (w. 1320 H). Sayang sekali kitab ini hilang dan belum ditemukan sampai sekarang. Kitab berjudul al-Daru’ wa al-dziba’ fi daf’i al-tha’un wa al-waba’ karya Muhammad bin Musa bin Muhammad bin Husain bin Umar juga tidak ditemukan.

Proyek zaman

Di tulisan ini sebenarnya bagian sedikit saja yang saya sampaikan tentang beberapa contoh karya yang berkaitan dengan pandemi dan endemi yang dihasilkan oleh kalangan sarjana Islam. Ada juga karya sarjana Kristen yang juga saya sebutkan. Semua karya ini merupakan karya anak zamannya. Rata-rata merupakan tanggapan atas wabah yang mereka alami.

Karya-karya yang demikian melimpah ini, ternyata kurang mendapat perhatian yang cukup serius dari riset-riset kita tentang keislaman pada zaman kekinian, kecuali pada saat kita mengalaminya. Karenanya, di balik wabah virus COVID-19 ini, kita kembali disadarkan tentang satu dimenasi ilmiah yang sangat penting dari amatan dan perhatian akademis kita yakni tentang wabah. Semoga ini semua bisa menjadi proyek zaman.

Syafiq Hasyim
Syafiq Hasyim
Pengajar pada FISIP UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta dan Visiting Fellow pada Indonesia Programs ISEAS Singapore. Tulisan ini merupakan pandangan pribadi.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.