Jumat, Maret 29, 2024

Ronaldo dan Tunangannya Hidup Bersama di Saudi?

Syafiq Hasyim
Syafiq Hasyim
Pengajar pada FISIP UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta dan Visiting Fellow pada Indonesia Programs ISEAS Singapore. Tulisan ini merupakan pandangan pribadi.

Teman-teman sekalian pasti mengikuti berita tentang bagaimana pemerintah Saudi Arabia memberikan izin Ronaldo dan tunangannya untuk hidup dalam satu tempat tinggal. Pemberian izin ini bila dilihat sekilas sederhana, namun ini merupakan isu yang sangat penting dan relevan, karena ini menyangkut reformasi fikih Saudi.

Dalam perdebatan yang diliput oleh banyak media, pemerintah Saudi memberikan izin untuk Ronaldo dan pacarnya hidup bersama ini adalah kasus yang mungkin pertama kali terjadi dalam konteks Saudi modern. Maksudnya, ini menjadi diskusi publik. Mungkin kasus serupa diam-diam bisa terjadi karena banyaknya orang asing yang hidup di Saudi, namun kasus Ronaldo lain, karena dia adalah bintang dunia sepak bola yang sekarang menjadi salah satu olah raga favorit di Saudi.

Sementara di kalangan ulama yang menentukan hukum atau fatwa di negeri ini masih saja berdebat tentang kebolehan sepak bola karena banyak hal dalam permainan sepak bola yang menurut mereka keluar dari syariah.

Tapi baiklah. Dalam tradisi non-Islami seperti tradisi Barat, hidup bersama sebelum menikah sebenarnya bukan hal lama. Tidak semua orang Barat modern bisa menerima hal seperti ini. Di kalangan masyarakat Barat yang relijius hidup bersama sebelum pernikahan resmi, disebut dengan istilah, cohabitation, itu masih belum bisa diterima.

Alasan praktik kohabitasi tersebut ditolak di sebagian masyarakat di Barat, karena model hidup bersama laki-laki dan perempuan seperti itu ditolak oleh agama mereka. Jadi, asumsi yang menggenalisir bahwa dalam semua tradisi Barat, kohabitasi sebagai hal yang bisa diterima oleh semua dari mereka adalah hal yang salah.

Secara hukum memang tindakan kohabitasi tidak ada sanksinya karena mereka di Barat agama itu beroperasi di ruang publik karenanya hukum agama itu sendiri tidak menjadi hukum publik bagi mereka. Artinya, pelaku kohabitasi menerima sanksi yang berbeda di Barat apabila dibandingkan dengan negara-negara Muslim terutama negara yang secara resmi memakai syariah sebagai hukum positif mereka.

Bahkan di Saudi, sebuah hotel, apartemen, dan perumahan tidak diperbolehkan menerima penyewa (meskipun itu untuk orang asing).

Ketika Ronaldo resmi bermain untuk al-Nasr, izin untuk kohabitasi menjadi perdebatan di banyak media, termasuk media Barat. Media online www.football-espana.net memberikan judul yang sensational “Christiano Ronaldo and Georgina Rodriguez Melanggar Hukum Saudi Arabia” (Christiano Ronaldo and Georgina Rodriguez Break Saudi Arabian Law).

Media ini mengatakan “meskipun hukum Saudi masih melarang hidup bersama laki-laki dan perempuan tanpa kontrak perkawinan, pihak penguasa mencoba menutup mata dan tidak mempersekusi seseorang. Jelas, hukum ini masih digunakan jika ada masalah dan juga ada kejahatan.”

Permasalahan terbesar sebenarnya bukan berada pada Ronaldo, namun bagaimana negeri Saudi Arabia yang dikenal sangat ketat menjalankan syariah tanpa kompromi. Katakanlah bila hal serupa menimpa orang biasa, apakah Saudi Arabia merelakan perubahan hukum pada mereka yang kohabitasi.

Dalam tradisi hukum Islam, kohabitasi adalah dilarang dan pelarangannya itu masuk dalam kategori hukum syariah karena kasus kohabitasi secara jelas disebutkan oleh Al-Qur’an. Kohabitasi dalam hal ini masuk dalam kategori perzinaan di dalam literatur hukum Islam. Al-Qur’an secara jelas menyatakan bahwa orang laki-laki dan orang perempuan yang berzina dihukum, mendapatkan hukuman dera seratus kali.

Apa yang saya sebutkan di atas adalah hukum umum (qat’i) yang berlaku untuk seluruh warga Saudi atau mereka yang mendapatkan izin tinggal di Saudi, yang harus juga mengikuti hukum Saudi bahwa pasangan yang tidak menikah secara resmi tidak dibolehkan hidup di Saudi.

Dalam praktiknya, sudah barang tentu, pasti ada hal yang tidak sesuai dengan hukum yang dicanangkan dengan realitas yang terjadi di lapangan, namun sepanjang sejarah Saudi, negeri ini menerapkan hukum perzinaan sangatlah ketat. Banyak kasus hukum dalam kohabitasi yang ditegakkan oleh pemerintah Saudi Arabia.

Lalu bagaimana dengan kasus Ronaldo dan pasangannya?

Sepanjang ini memang belum ada pernyataan khusus dari lembaga fatwa Saudi Arabia tentang kohabitasi Ronaldo dan pasangannya, namun dipastikan mereka berdua sudah mendapatkan izin untuk hidup bersama. Bahkan ada jaminan jika pihak pemerintah tidak akan turut campur dalam masalah Ronaldo ini.

Apa yang terjadi dalam kasus Ronaldo ini luar biasa kaitannya dengan hukum syariah yang berkaitan perkawinan.

Salah satu argumen mengapa pihak yang memiliki wewenang di Saudi untuk masalah ini adalah karena Ronaldo dianggap sebagai kebutuhan yang tidak bisa dihindarkan oleh Saudi. Kedatangan Ronaldo di Saudi Arabia dianggap sebagai hal yang seharusnya. Di dalam argumentasi hukum Islam, kehadiran Ronaldo setara dengan situasi darurat untuk meningkatkan martabat Saudi Arabia.

Hal ini artinya, olah raga bola itu sudah dianggap sebagai hal yang pokok bagi Saudi sehingga untuk meningkatkan sepakbola mereka rela melonggarkan hukum syariah yang selama ini diberlakukan.

Apa sebenarnya pelajaran yang bisa kita ambil dalam konteks penerapan hukum syariah atau lebih sempit fikih?

Pertama-tama, penerapan hukum syariah dan fikih itu secara teoritik memang bisa berubah. Perubahan itu bisa terjadi karena alasan yang sangat penting (urgent) atau dalam bahasa usul fiqkih darurat. Darurat itu membolehkan hal yang tadinya dilarang menjadi tidak dilarang. Keputusan yang didasarkan karena keadaan darurat itu disebut dengan keputusan hukum yang menggunakan kerangka “maqasid.” Kohabitasi menurut hukum syariah adalah dilarang, namun karena alasan tertentu dibolehkan.

Pertanyaan saya, apakah ini yang memang Saudi Arabia terapkan atau bagaimana? Jika ya, maka sungguh ini preseden hukum syariah yang luar biasa dimana kerangka darurat bisa diterapkan dalam konteks seperti ini.

Kedua, kebutuhan negara katakanlah kebutuhan Saudi Arabia untuk memiliki tim sepak bola yang bagus menyebabkan negara bisa membuat keputusan yang berbeda dengan hukum yang berlaku. Dalam hal ini, kohabitasi yang tadinya dilarang berdasarkan bunyi hukum tertulis Saudi Arabia, lalu oleh negara bisa diambil-alih.

Ketiga, peluang untuk mereformasi hukum syariah ternyata sebenarnya juga terbuka dengan alasan yang cukup kuat.

Sebagai catatan, Saudi Arabia adalah negara yang dikenal sangat ketat menjalankan hukum syariah. Kohabitasi masuk dalam kategori dosa besar. Namun, negeri ini rela tidak memberlakukan hukum kohabitasi ini karena kebutuhan negara untuk memajukan sepak bola mereka dengan mendatangkan Ronaldo dengan pasangannya yang masih belum dalam ikatakan pernikahan.

Syafiq Hasyim
Syafiq Hasyim
Pengajar pada FISIP UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta dan Visiting Fellow pada Indonesia Programs ISEAS Singapore. Tulisan ini merupakan pandangan pribadi.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.