Kristen-Islam Lebih Dekat dari yang Banyak Orang Perkirakan
Hubungan dua agama besar, Islam dan Kristen, adalah hubungan yang selalu menarik untuk diperhatikan. Para agamawan dan sarjana dari kalangan Kristen dan Islam saling mewarnai dan menilai satu sama lainnya. Agamawan dan Sarjana Islam menilai Kristen dan Sarjana Kristen menilai Islam. Saling menilai ini juga memiliki warna yang dinamis, namun kecenderungan umum, apabila Agamawan dan Sarjana Muslim menilai Kekristenan maka nuansa kritiknya sangat keras dan sebaliknya apabila Agamawan dan Sarjana Kristen menilai Islam juga demikian halnya. Penilaian di antara kedua kelompok yang saling melemahkan dan menegasikan memang menjadi semacam kecenderungan umum di antara kedua agama di atas.
Namun, tetap saja masih ada Agamawan dan Sarjana dari kedua agama, Islam dan Kristen, yang berusaha untuk mencari titik temu. Tidak banyak, namun ada saja yang menjalankan misi itu.
Dalam catatan ini saya hendak membahas pemikiran seorang Sarjana Kristen Koptik yang berusaha melakukan upaya titik temu Islam Kristen. Pembahasan ini menurut saya sangat penting dalam era ini, era di mana hubungan antar kedua agama besar ini semakin hari semakin naik tensinya karena perbedaan-perbedaan saja yang ditonjolkan oleh kedua ummatnya.
Fenomena Mualaf Kristen masuk Islam yang sering memperkeruh suasana dengan kandungan dakwahnya yang menjelek-jelekkan agama sebelumnya pada satu sisi dan fenomena Kristenisasi di wilayah-wilayah penduduk Muslim terpencil pada sisi lainnya.
Kita membutuhkan satu pemikiran yang memiliki orientasi pada titik temu untuk tujuan kemanusiaan kita. Pemikiran ini yang ingin saya kemukakan dari sarjana Kristen Koptik ini bernama Laila Takla. Ide tentang titik temu Islam-Kristen ini dia tulis dalam bukunya, al-Turast al-Masihi al-Islami (Tradisi Kekristenan yang Islami). Dari judul bukunya, Layla Takla ingin mengatakan kedekatan Islam dengan Kristen, aspek-aspek penting ajaran Kristiani yang juga merupakan aspek-aspek penting dalam ajaran Islam. Laila Takla sendiri adalah seorang politisi perempuan Mesir dan menjadi perempuan pertama yang menjadi Presiden Komite Hubungan Luar Negeri untuk Egyptian People’s Assembly. Takla juga seorang professor bidang hukum dan managemen di Cairo University, sebuah universitas terkenal di Mesir.
Pokok pikiran Takla semuanya diarahkan untuk ikut menyumbang perbaiki Islam dan Kristen. Pengalaman dia sebagai menoritas Kristen Koptik di Mesir dia tuangkan dalam konsep teologi Kekristenan yang dia sebut sebagai Kekristenan yang Islami. Antara perbedaan dan pertentangan pertentangan Islam-Kristen, aspek saling kedekatannya (taqarub) jauh lebih besar, karena, menurutnya, Islam-Kristen adalah dua agama yang sama-sama dalam kategori samawi (langit).
Tuhan Kristen, menurut Takla adalah Tuhan Satu. Tauhid Kristen menurutnya jelas dinyatakan oleh al-Masih, al-Rabbu Ilahuna Ilahun Wahidun, al-Rabb Tuhan Kita adalah Tuhan yang Satu. Menurut Takla, al-Masih berkata, U’minu bi l-Lahi Wahidin, Aku beriman pada Tuhan yang Satu. Di sinilah Takla ingin menuju pada titik temu dengan sistem Ketuhanan dalam Islam yang menganut prinsip Tauhid juga. Dia mengatakan, “keduanya –Islam-Kristen—mengimani Tuhan yang satu, tempat bergantung, pencipta langit dan bumi baik yang bisa dilihat maupun yang tidak bisa dilihat. Tuhan keduanya memiliki nama-nama dan sifat-sifat. Menurutnya, Bapak, Ibu dan Ruh Kudus yang sering disalahpahami adalah cerminan dari Tuhan yang satu, bukan dimaknai sebagai Tuhan berbilang (h. 58).
Kristen-Islam, menurutnya—adalah sama-sama agama keselamatan. Salam penghormatan Islam adalah “Assalamu’alaikum” sementara salam penghormatan Kristen adalah “Assalamu lakum”, arti keduanya senada, keselamatan bagi kalian. Menurut Takla, perdamaian dan cinta kasih (kata salam dan mahabbah) diucapkan seribu kali lebih di dalam Injil. Sekali lagi ini untuk menunjukkan bahwa kedekatan Islam-Kristen itu lebih nyata dibandingkan perbedaannya.
Pertanyaan bagi kita semua, jika keduanya secara teologis memiliki kedekatan lebih besar mengapa senantiasa kita mencari perbedaan-perbedaan. Seringkali memang konsep teologi yang saling mendukung dan dekat menjadi sesuatu yang lain jika dijabarkan oleh kepentingan politik di dalam kehidupan sehari-hari. Kelompok politik saling bertarung dengan mempertaruhkan agama baik secara terang-terangan maupun samar-samar sebagai tameng. Perebutan tanah, wilayah, kekuasaan dlsb, menggunakan topeng agama masing-masing. Di sinilah sebenarnya letak masalah kita bersama. Kekristenan yang Islami yang ditawarkan oleh Takla seolah-olah mengajak kita semua untuk mengakhiri masalah perebutan kekuasaan politik dan kembali kepada misi Islam-Kristen yang sejatinya; di mana keduanya adalah memperjuangkan perdamaian dan keselamatan umat manusia.
Melalui Kekristenan yang Islami ini, Takla berusaha menunjukkan kedekatan Kristen-Islam dalam banyak hal seperti kedudukan al-Masih yang sangat dihormati di dalam sumber Islam, Kristen adalah agama bagian dari ahli kitab yang juga dihormati di dalam Islam, dan masih banyak lagi. Namun konsep-konsep yang mendukung kedekatan teologis Islam-Kristen dikembalikan kepada bagaimana kita semua menindaklanjutinya dalam kehidupan yang nyata. Dalam kehidupan sehari-hari yang sudah tidak murni lagi kita membincangkan masalah ketuhanan. Ini adalah tantangan kita sebagai makhluk sosial dan politik selain sebagai makhluk agama.
Sebagai catatan, di dalam konteks Indonesia, sering konsep-konsep yang bagus dirusak oleh mereka yang sebenarnya tidak paham benar soal agama mereka. Oknum yang sebenarnya marah karena urusan politik lalu menimpakanya pada urusan pembusukan pada agama. Mereka tidak membusukkan agama mereka sendiri namun agama lain yang sebenarnya tidak memiliki persoalan politik dengan mereka. Akhirnya, semua terjatuh pada soal ujaran kebencian. Mari kita menuju pada kedekatan antar agama, tidak hanya antara Islam-Kristen namun juga dengan agama dan bahkan keyakinan-keyakinan yang lain.