Jumat, April 19, 2024

Arab Saudi Membuka Mazhab Selain Wahabi?

Syafiq Hasyim
Syafiq Hasyim
Pengajar pada FISIP UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta dan Visiting Fellow pada Indonesia Programs ISEAS Singapore. Tulisan ini merupakan pandangan pribadi.

Baru-baru ini, sebagaimana diberitakan oleh sebuah harian online CNN di Indonesia, MBS ingin membuka mazhab lain di Saudi selain mazhab Wahabi. Kita semua tahu bahwa sejak berdirinya Kerajaan Saudi, negeri ini adalah negeri yang menjadikan paham teologis yang dibawa oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab sebagai paham teologis resmi. Paham ini umum dikenal dengan istilah Wahabi.

Paham Wahabi ini sering dikaitkan dengan Salafi. Keduanya mungkin ada perbedaan sedikit dan namun persamaannya jauh lebih besar. Bahkan terkadang kedua istilah ini sering dipertukarkan.

Benarkah hal ini akan terjadi dan bagaimana dampaknya pada kelompok-kelompok Wahhabi di yang berada di Indonesia?

Paham Wahabi sebenarnya secara fikih adalah paham yang dikembangkan dari tradisi fikih Imam Hanbali, lalu diteruskan oleh Imam Ibn Taymiyyah, Imam Ibn Qayyim al-Jawziyyah dan seterusnya. Paham ini sangat terkenal ajaran permurnian teologis dan tidak mengakomodasi unsur lokal dalam beragama.

Paham Wahabi pada kenyataannya tidak hanya di Saudi tapi juga disebarkan ke seluruh belahan dunia. Dengan kejayaan Saudi dalam hal minyak (oil booming), banyak negara Islam yang mendapatkan limpahan. Limpahan ini jelas tidak hanya soal bantuan finansial, namun juga bantuan pembangunan bidang keagamaan. Saudi banyak memberikan sumbangan pembangunan fisik masjid-masjid dan pusat-pusat studi Islam. Melalui program inilah, paham Wahabi berkembang di dunia Islam.

Indonesia adalah salah satu negara terbesar yang mendapat pengaruh Wahabi tidak hanya di kalangan para agamawannya namun juga di kalangan masyarakaat biasa. Banyak kalangan menengah Muslim perkotaan yang menganut pandangan Wahabi. Bahkan Indonesia bisa dikatakan sebagai tempat yang paling subur pagi pengembangan paham Wahabi dibandingkan dengan negara-negara lain.

Mengapa demikian? Pertama, sebuah paham agama apapun akan bisa berkembang di negara yang terbuka. Indonesia pasca reformasi terutama adalah negara yang terbuka dan demokratis. Semua paham keagamaan mendapat tempat untuk mengekspresikannya. Karenanya, Wahabi juga mendapat tempat yang terbuka untuk berkembang di negeri ini.

Kedua, di samping negara, organisasi-organisasi Islam, meskipun sebagian besar mengecam Wahabi, namun mereka tidak bisa melakukannya lebih dari sekedar mengecam.

Nahdlatul Ulama misalnya adalah ormas Islam terbesar di Indonesia yang dari pendiriannya pada tahun 1926 adalah pengkritik Wahabi terbesar abad ini. Namun apa yang dilakukan oleh NU adalah sekedar kritik pada level diskursus. NU tetap melihat pengikut Wahabi Indonesia sebagai warga negara yang memiliki hak hidup di Indonesia.

Itupun cara pandang NU pada Wahabi juga sangat dinamis sekali. Ada masa di mana organisasi ini sangat kritis dan ada masa dimana organisasi ini bisa soft. Ini tergantung pada suasana hubungan geopolitik.

Ketiga, ada kelas masyarakat Islam Indonesia tertentu yang memang bisa menerima paham dalam sebagai paham keagamaan mereka. Mereka yang bisa menerima paham Wahabi karena memang ada kecocokan pada konsep teologinya dan ada yang menerika karena proses pendidikan yang panjang pada mereka.

Namun hal yang menarik, meskipun mereka, kelompok Wahabi di Indonesia mendapatkan eksistensinya karena sistem publik yang terbuka, namun mereka sendiri tidak bisa terbuka. Mereka sangat bersikap tertutup pada kelompok lain. Tidak hanya tertutup, kelompok Wahabi sering melakukan judgment (penilaian) atas keberagamaan kelompok paham keagamaan lain. Bahkan mereka tidak ragu untuk mengatakan bahwa kelompok madzhab Islam yang lain sebagai kafir. Takfiri adalah salah satu ciri Wahhabi yang sangat kuat.

Jelas, karakteristik keagamaan demikian yang sebenarnya hal yang tidak sebanding dengan yang mereka dapatkan dari keterbukaan di Indonesia. Kenapa mereka, kelompok Wahabi, yang bisa berkembang karena keterbukaan di Indonesia, namun mereka justru tidak bisa terbuka. Ini artinya keterbukaan dibalas dengan ketertutupan.

Kelompok Wahabi di Indonesia, meskipun kelompok kecil, mereka merasa percaya diri untuk mendakwahkan segala paham ekslusif mereka di Indonesia. Salah satunya karena posisi penting Saudi dalam pandangan Indonesia. Saudi adalah negara di mana Islam datang darinya, dan, Saudi adalah tempat penyelenggaraan haji di mana setiap tahunnya ratusan ribu orang Indonesia menunaikan kewajiban sebagai seorang Muslim.

Pada saat itu, kerajaan Saudi sendiri memang masih sangat kuat mendukung Wahabi sebagai paham keagamaan yang tunggal di negeri itu. Kepercayaan diri kelompok Wahabi di Indonesia sangat terkait dengan masalah ini. Bagaimana jika Mohammad bin Salman benar-benar membuka semua paham keagamaan di Saudi dimana kaum Muslim di sana bisa memilih mana paham dan keyakinan keislaman yang mereka kehendaki? Apakah mereka di Indonesia menerima dampaknya, baik positifnya maupun negatifnya?

Saya berharap bahwa perubahan yang akan terjadi di Saudi menuju kehidupan paham keagamaan yang lebih terbuka akan pula mempengaruhi cara pandang kelompok Wahabi di Indonesia.

Jelas saya juga berharap bahwa perubahan cara pandang pada kelompok keagamaan lain yang terjadi di Saudi yang digelorakan oleh MBS juga terjadi pada kelompok Wahabi di sini, di Indonesia.

Cara pandang yang berubah terhadap paham keagamaan Islam ini sangat penting dalam kehidupan keIndonesian yang plural. Selain itu mereka juga menyesuaikan pada posisi mereka sebagai warga negara yang keyakinan mereka itu sejajar dengan keyakinan warga negara lain.

Kita, di lapangan, sudah saatnya untuk hidup pada relasi yang seimbang dalam kehidupan keagamaan di seluruh warga Indonesia. Jika ada kelompok keagamaan, secara internal terutama di lingkungan Islam, yang bertindak sebagai polisi atas keyakinan keagamaan warga negara lain, maka itu menjadi ganjalan dalam kehidupan keagamaan yang sesuai dengan konteks Indonesia.

Perkara ini tidak ada kaitannya dengan kebebasan beragama dari kelompok Wahabi karena konsep teologis mereka memang demikian. Sama sekali tidak. Jika kelompok agama Islam lain bisa menganggap bahwa keberadaan Wahabi di Indonesia adalah sah maka kelompok ini juga seharunya memberikan pandangan yang sejajar pada kelompok lain.

Apakah itu yakin bisa terjadi jika MBS benar-benar melaksanakan pandangannya di Saudi? Kita tunggu saja.

Sebagai catatan, MBS yang berniat membuka Saudi bagi paham keagamaan di luar Wahabi adalah hal yang patut kita tunggu. Namun jika itu juga diharapkan akan berpengaruh pada cara pandang kelompok Wahabi di Indonesia, maka itu juga harus kita lihat apakah mereka masih menganggap kebijakan Saudi sebagai kiblat dari kelompok Wahabi di Indonesia.

Syafiq Hasyim
Syafiq Hasyim
Pengajar pada FISIP UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta dan Visiting Fellow pada Indonesia Programs ISEAS Singapore. Tulisan ini merupakan pandangan pribadi.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.