Jumat, November 8, 2024

Walhi: Usut Tindakan Represif Kepolisian terhadap Masyarakat

Reja Hidayat
Reja Hidayat
Reporter GeoTIMES.
- Advertisement -
Masyarakat yang tergabung dalam Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi (ForBali) melakukan aksi di kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jakarta, Selasa (15/9). Dalam aksinya mereka menuntut pemerintah untuk membatal revitalisasi berbasis reklamasi wilayah Teluk Benoa dan menuntut pembatalan Perpres Nomor 51 tahun 2014 yang menjadi dasar hukum reklamasi Teluk Benoa, Bali. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Masyarakat yang tergabung dalam Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi (ForBali) melakukan aksi di kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jakarta, Selasa (15/9). Mereka menuntut pemerintah membatalkan revitalisasi berbasis reklamasi wilayah Teluk Benoa, Bali. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Aparat kepolisian kembali melakukan tindakan represif terhadap masyarakat. Kali ini yang menjadi korban adalah masyarakat yang berunjukrasa di kantor DPRD Lombok Timur untuk menyampaikan penolakan atas tambang pasir laut di Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat.

Divisi Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) NTB Jhony Suryadi mengatakan, aparat kepolisian melakukan provokasi dengan melempar batu ke arah pengunjuk rasa. Tidak hanya itu, mereka menembakkan gas air mata ke arah massa aksi disertai dengan lemparan batu. Akibatnya, 5 orang bayi yang ikut bersama ibunya menderita sakit, 3 orang luka karena lemparan batu dan harus dirawat di rumah sakit, serta 4 orang lainnya pingsan akibat gas air mata.

“Atas kejadian itu, kami menuntut Kapolres Lombok Timur dan Kapolda NTB untuk segera mengusut tuntas oknum aparat kepolisian yang melakukan tindakan represif dan memberi sanksi yang tegas,” kata Jhony dalam keterangan resmi di Jakarta, Rabu (27/1).

Aksi massa tersebut tergabung dalam Front Perjuangan Rakyat (FPR) Lombok Timur: Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA)- NTB, Front Mahasiswa Nasional (FMN) Lombok Timur, Walhi NTB, LPSDN, OSD, dan Pilar Seni. Sekitar 6.000 warga dari desa Labuan Haji, desa Tanjung Luar, desa Meringkik, Ketapang Raya, Surya Wangi, dan desa Kerta Sari ikut dalam aksi unjuk rasa ini.

Menurut Jhony, mereka menyatakan penolakan atas rencana tambang pasir laut oleh PT Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI) untuk reklamasi Teluk Benoa, Bali. Aksi dilakukan di kantor DPRD Kabupaten Lombok Timur sekitar dua jam dan dilanjutkan ke kantor Bupati Lombok Timur.

Jhony menyayangkan sikap Humas Pemerintah Daerah Lombok Timur yang menyatakan tidak mengetahui lebih banyak terkait rencana tambang itu, sehingga belum bisa berbuat banyak. Hal ini cukup aneh karena semestinya pemda mengetahui rencana ini. Meskipun demikian, lanjut dia, masyarakat tetap menyatakan penolakan dan tidak membiarkan tambang pasir laut tersebut merusak wilayah tangkap ikan nelayan dan sumber kehidupan masyarakat lainnya.

“Rencana penambangan pasir di Selat Alas akan mengancam kelangsungan hidup 16.437 kepala keluarga yang manggantungkan hidup dengan menangkap ikan di laut,” kata Jhony.

Kurniawan Sabar, Manajer Kampanye Walhi Nasional mengatakan, kejadian di Lombok Timur memperkuat argumen Walhi bahwa investasi di berbagai sektor, khususnya tambang dan pengembangan bisnis properti, semakin mengabaikan hak-hak masyarakat dan keberlanjutan lingkungan.

“Tidak saja membuka ruang monopoli sumber daya alam di pesisir dan laut, model investasi dan pengelolaan yang dilakukan pemerintah saat ini juga akan memunculkan konflik agraria dan kekerasan yang lebih luas di Indonesia. Tidak hanya di Bali dan NTB,” kata Kurniawan.

Karena itu, Walhi mendukung sepenuhnya perjuangan masyarakat Lombok Timur dan berbagai daerah di Indonesia untuk mempertahankan hak dan memastikan keberlanjutan lingkungan hidup. Pihaknya juga menuntut Pemerintah Daerah Lombok Timur, Gubernur NTB, Kapolres Lombok Timur, dan Kapolda NTB untuk segera menghentikan rencana tambang pasir laut di Lombok Timur. “Gubernur NTB, Kapolda NTB, dan jajarannya harus mengusut dan menjatuhkan sanksi kepada oknum aparat kepolisian yang melakukan tindakan represif dan menanggung perawatan bagi masyarakat korban.”

Reja Hidayat
Reja Hidayat
Reporter GeoTIMES.
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.