Sabtu, Oktober 5, 2024

Setara Institute: Program Deradikalisasi Tak Membuahkan Hasil

Reja Hidayat
Reja Hidayat
Reporter GeoTIMES.
Petugas kepolisian berlari menuju ke arah menra Cakrawala, Strabucks untuk melakukan pengejaran terhadap pelaku penyerangan yang dilakukan sejumlah teroris ke beberapa gedung dan pos polisi di Jakarta, Kamis (14/1). ANTARA FOTO
Petugas kepolisian mengejar pelaku teror yang berlari ke arah Menara Cakrawali di kawasan Thamrin, Jakarta, Kamis (14/1). ANTARA FOTO

Setara Institute menilai program deradikalisasi oleh pemerintah terhadap pelaku teroris yang tertangkap tidak membuahkan hasil. Sebab, metode deradikalisasi itu mustahil mengubah pelaku teoris karena hanya berdialog, memanggil ulama, dan memberi buku bacaan.

“Metode deradikalisasi sudah lama dikritik karena hanya memanggil ulama, berdialog, dan memberi bacaan. Sedangkan lingkungan mereka tetap sama dengan para teroris. Jadi mustahil untuk mengubah mereka,” kata Wakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos di Jakarta, Senin (18/1).

Menurut Bonar, pemerintah harus mengubah strategi dalam menangani para pelaku teroris. Misalnya menarik mereka dari lingkungan teroris dan memberikan lingkungan yang baru. Hal itu dilakukan agar tidak terpengaruh dengan anggota teroris yang lain, terutama di lembaga pemasyarakatan.

Deradikalisasi memang menjadi program pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Menurut Wakil Ketua Komisi I DPR, TB Hasanuddin, program tersebut tak efektif. Terbukti masih adanya peristiwa pengeboman dan penembakan di Jalan MH Thamrin, Jakarta, Kamis pekan lalu.

“Deradikalisasi menjadi semacam proyek dan masuk dalam APBN dan dilaksanakan oleh lembaga-lembaga pemerintah bekerja sama dengan lembaga non-pemerintah, LSM, dan ormas,” kata Hasanuddin. “Bahkan targetnya kurang jelas dan hampir tak pernah ada evaluasi yang jelas sejauhmana tingkat keberhasilannya.”

Dia menambahkan program deradikalisasi bertujuan mengeliminasi atau bahkan menghilangkan para radikalis yang tumbuh berkembang di masyarakat, yang dinilai sebagian pakar sebagai embrio teroris. Program ini disusun di beberapa kementerian seperti Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Agama, Kementerian Pertahanan, Badan Intelijen Negara, Polri, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, dan lembaga non-pemerintah.

“Kalau ditotal, anggaran yang dikeluarkan bisa mencapai ratusan miliar rupiah,” kata Hasanuddin. Hasilnya? Memang, belum terlihat untuk jangka panjang. Yang terang, teror yang dilakukan oleh radikalis itu seperti tak berkurang, bahkan bibit-bibitnya semakin tumbuh.

Toh, dia menilai aparatur negara sudah bekerja dengan baik. Akan tetapi masih ada beberapa kelemahan yang perlu diperbaiki dan diubah pemikirannya agar efektif dan efisien. Contohnya, dalam hal koordinasi, lembaga pemerintah masih menjalankan sendiri-sendiri sehingga muncul ego sektoral. Akibatnya, ada daerah atau kelompok yang dikerjakan dua atau tiga lembaga, tapi di beberapa daerah rawan justru tidak tersentuh.

Selain itu, Hasanuddin menambahkan, pelibatan tokoh-tokoh berbobot juga masih sangat kurang. Seringkali yang diturunkan ke sebuah wilayah rawan hanya seorang petugas yang kurang dalam pengetahuan agama. Bahkan ketika berdebat, malah petugas itu keteteran menjawab dan ini fatal. Terakhir, ujar Hasanuddin, deradikalisasi belum melibatkan unsur pemimpin non-formal seperti pengurus/ketua RT/RW .

“Mereka sekarang justru hanya dijadikan semacam pemadam kebakaran setelah teror terjadi,” kata Hasanuddin. “Seharusnya mereka dilibatkan. Danai mereka untuk melakukan pengawasan di daerah masing-masing, termasuk membantu program deradikalisasi.”

Reja Hidayat
Reja Hidayat
Reporter GeoTIMES.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.