Gerakan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) menyayangkan tindakan aparat keamanan dalam menghadapi protes buruh atas dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Kebijakan mengikutsertakan aparat kepolisian bersenjata lengkap di dalam pabrik merupakan bentuk teror terhadap buruh.
“GSBI mengecam keras tindakan tersebut dan dalam hal ini kebijakan pemerintah Jokowi-Jusuf Kalla berlebihan. Pelibatan aparat kepolisian bersenjata lengkap dan TNI di berbagai daerah merupakan tindakan pengekangan demokrasi dan nyata-nyata telah bertentangan dengan prinsip demokrasi dan konstitusi,” kata Ketua Umum GSBI Rudi HB Daman ketika dihubungi di Jakarta, Selasa (10/11).
Rudi menjelaskan penanganan aparat keamanan dalam menghadapi serikat buruh ternyata dengan menggunakan aspek keamanan. Seharusnya, lanjut dia, pemerintah mengedepankan aspek perburuhan dalam menyelesaikan masalah ini.
“Pemerintah menempatkan buruh sebagai ancaman negara,” ujar Rudi. “Bahkan tindakan itu (pelibatan polisi dan TNI) merupakan bentuk teror terhadap buruh agar tidak melakukan perlawanan terhadap negara.”
Selain itu, GSBI menilai tindakan aparat keamanan yang terus mengekang hak menyampaikan pendapat, berdemonstrasi untuk memperjuangkan hak sosial ekonominya adalah kemunduran demokrasi yang mengarah pada bangkitnya kembali era fasis orde baru.
Hal senada diungkapkan Ketua Umum Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) Rahmat Ajiguna. Dia juga menyayangkan tindakan aparat keamanan dengan mengelar pasukan besar-besaran polisi dan TNI yang dilakukan di berbagai daerah.
AGRA menilai di era pemerintahan Jokowi banyak kebijakan yang antidemokrasi. Yang terbaru adalah dikeluarkannya Peraturan Gubernur No. 228 tentang Pengendalian Pelaksanaan Penyampaian Pendapat di Muka Umum pada Ruang Terbuka oleh Gubernur DKI Basuki Tjhahaja Purnama (Ahok), Surat Edaran Kapolri tentang “Hate Speech”, pembubaran paksa aksi buruh di depan Istana yang diikuti dengan pengrusakan, kekerasan dan penangkapan terhadap 25 demonstran.
“Pembubaran dan penangkapan 4 orang peserta yang menuntut penanganan bencana asap di Kalimantan Tengah baru-baru ini menunjukan makin meningkatnya kekerasan oleh negara terhadap rakyat yang menuntut hak sebagai warga negara,” tegas Rahmat.
Karena itu, dengan kenyataan tersebut, AGRA mendukung perjuangan buruh dan perjuangan seluruh gerakan rakyat yang sedang berjuang untuk dipenuhinya hak sosial, ekonomi, dan politik.
Pihaknya juga menuntut kepada pemerintahan Jokowi-JK agar menjamin hak demokrasi rakyat dan mencabut berbagai aturan yang bertentangan dengan prinsip demokrasi seperti Pergub DKI Jakarta No. 228 dan Edaran Kapolri tentang “Hate Speech”.
Seperti diketahui, sejak gerakan dan aksi buruh marak di pabrik di berbagai daerah yang menolak PP Pengupahan No. 78/2015, tak sedikit polisi dan tentara yang berjaga-jaga di pabrik bahkan masuk ke ruang produksi. Peristiwa semacam itu terjadi antara lain di Tangerang, Bekasi, KB Cakung Jakarta, Sukabumi, Sumatera Utara, Batam.