Minggu, Desember 8, 2024

Reklamasi Akan Hancurkan Keanekaragaman Hayati Indonesia

Reja Hidayat
Reja Hidayat
Reporter GeoTIMES.
- Advertisement -
Alat berat memindahkan batu untuk reklamasi pantai, di Pariaman, Sumatera Barat, Kamis (15/10). ANTARA
Alat berat memindahkan batu untuk reklamasi pantai di Pariaman, Sumatera Barat, Kamis (15/10). ANTARA

Pembangunan reklamasi pantai dan laut secara masif di seluruh Indonesia tidak hanya menghancurkan kehidupan masyarakat pesisir, terutama nelayan, tetapi juga akan menyebabkan hancurnya keanekaragaman hayati di Indonesia.

“Reklamasi adalah contoh buruk pembangunan. Kalau semua wilayah di Indonesia terjadi reklamasi, maka akan menghancurkan keanekaragaman hayati. Sebab, reklamasi akan mengeruk  pasir di pantai dan penimbunan pasir di laut. Ingat, pasir daratan tidak bisa dipakai karena senyawanya berbeda,” kata pakar oseanografi dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Alan Frendy Koropitan di kantor LBH Jakarta, kemarin.

Dia menjelaskan, laut Indonesia sangat unik sehingga setiap tahun ada penemuan tumbuhan terbaru. Di dunia, lanjutnya, hanya dua negara yang memiliki keanekaragaman hayati, yakni Indonesia dan Karibia. Dua negara ini ke depan menjadi sumber atau bahan dasar pembuatan obat di dunia.

“Produk obat-obatan di Indonesia sangat besar, 70% di antaranya berasal dari laut,” ujar Alan. Hal itu juga disebutkan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO), bahwa potensi laut Indonesia sebagai sumber baku produk obat. Bahkan berbagai ilmuwan dunia datang ke Indonesia untuk meneliti keanekaragaman hayati.

Di dunia, terdapat 40 ribu spesies tanaman dan sekitar 30 ribu spesies berada di Indonesia. Karel Heyne, peneliti asal Belanda, menyebutkan 1.306 jenis tumbuhan tinggi untuk obat Indonesia. Itu belum termasuk tumbuhan rendah. Sedangkan PT Essai Indonesia melaporkan 3.689 jenis tumbuhan obat.

Alan juga menyebut pembanguan reklamasi Teluk Jakarta yang terus dilakukan. Ini akan menjadi preseden buruk untuk daerah lain. Daerah lain di Indonesia bukan tidak mungkin akan mencontoh pembangunan reklamasi di Jakarta. “Jika itu terjadi, selesai sudah keanekaragaman hayati di laut Indonesia,” ungkapnya.

Selain itu, dia juga menyoroti perbandingan reklamasi di Belanda, Korea Selatan, dan Singapura oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Kalau Korea Selatan sudah tiga kali reklamasi, tapi sekarang dihentikan karena memiliki masalah yang tidak dijelaskan. Belanda membangun reklamasi dan tanggul karena ada badai tropis. Sedangkan Indonesia tidak ada badai tersebut karena masuk dalam wilayah perairan ekuator.

Berdasarkan hukum fisika, lanjut Alan, badai tropis tercipta dari kesetimbangan dua gaya. Pertama, gaya koriolis yang muncul karena perputaran bumi, dan kedua karena tekanan di permukaan laut. “Di wilayah ekuator, tidak ada gaya koriolis. Semakin menuju ke daerah ekuator, maka gaya koriolis semakin mati,” ungkapnya.

Sedangkan reklamasi di Singapura, Alan memberitahu Ahok, Singapura itu mengambil material reklamasinya dari Indonesia. “Jadi, yang menghancurkan atau merusak ekosistem kita juga mereka.”

Reja Hidayat
Reja Hidayat
Reporter GeoTIMES.
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.