Jakarta, 10/7 – Ukir tinta emas terpatri di prasasti persepakbolaan Indonesia, setelah untuk pertama kalinya sejak berdiri 19 April 1930 Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) menunjuk seorang perempuan menempati posisi sekretaris jenderal.
Adalah Ratu Tisha Destria, perempuan kelahiran 30 Desember 1985, yang dipercaya oleh PSSI mengisi kursi Ssekjen, yang ditinggalkan Ade Wellington sejak April 2017.
Ratu Tisha, juga satu-satunya perempuan dari 30 pendaftar posisi sekjen PSSI, dianggap paling mumpuni dari antara semua calon dan mendapat persetujuan oleh 10 anggota komite eksekutif (Exco) PSSI yang hadir dalam rapat Exco, Jumat (7/7).
Penunjukan itu membuat ada dua perempuan di jajaran pejabat tinggi PSSI periode 2016-2020. Selain Ratu, tersebut nama Papat Yunisal yang merupakan anggota komite eksekutif (Exco).
Perempuan Sekjen FIFA
Lebih dari setahun sebelum penunjukan sekjen PSSI tersebut, tepatnya Mei 2016, Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA) juga untuk pertama kalinya memilih seorang perempuan sebagai sekretaris jenderal.
Nama Fatma Samba Diouf Samoura, perempuan asal Senegal, diumumkan secara resmi sebagai Sekjen FIFA oleh Presiden FIFA Gianni Infantino pada Kongres FIFA ke-66 di Mexico City menggantikan Jarome Valcke.
Rentet peristiwa itu menjadi penting di tengah dominasi laki-laki di lingkungan sepak bola dunia, mulai dari pemain, pelatih sampai pembuat kebijakan.
Pihak-pihak tertentu boleh saja menganggap itu merupakan keadaan “biasa” dan “tak perlu dipusingkan”. Namun kenyataannya, FIFA sendiri menaruh perhatian serius terhadap hal tersebut.
Minat Perempuan terhadap Sepakbola
Mantan Presiden FIFA Sepp Blatter suatu kali menyebut bahwa perhatian terhadap perempuan dalam sepak bola menyeruak sejak penyelenggaraan Piala Dunia Perempuan FIFA yang pertama di China tahun 1991 atau 61 tahun setelah Piala Dunia sepak bola putra perdana dipertandingkan.
Kenyataan tersebut bisa dikatakan terlambat menilik sejarah perkembangan sepak bola yang sudah berjalan sejak ribuan tahun lalu.
Namun, seperti kata orang bijak, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.
Kepemimpinan Perempuan di Sepakbola
Jauh dari hingar bingar sepak bola yang perlahan menjelma menjadi industri untung-rugi, pada Juni 2015 FIFA meluncurkan program yang disebut “Female Leadership Development Programme” atau Program Pengembangan Kepemimpinan Perempuan.
“Program ini dibuat untuk memastikan perempuan ikut serta dalam kepemimpinan sepak bola di seluruh dunia. Penting untuk mengembangkan potensi seorang perempuan di dalam dan luar lapangan,” ujar Manajer Senior Pengembangan Sepak Bola Perempuan FIFA Mayrilian Cruz Blanco.
Perempuan dan Kemampuan Survei sepak bola perempuan oleh FIFA pada tahun 2014 yang diikuti 177 dari 209 asosiasi anggota FIFA menyebut, hanya ada dua asosiasi yang ketua umum atau presidennya adalah seorang perempuan atau kurang dari satu persen dari pemilik suara di Kongres FIFA.
Bahkan, masih menurut survei, kebanyakan konfederasi tidak ada yang ketua umum atau presidennya seorang perempuan.
Selain itu, dari 177 asosiasi anggota FIFA yang disurvei, rata-rata hanya beranggotakan satu perempuan sebagai di komite eksekutif.
Data tersebut menunjukkan bahwa di level atas, peran perempuan di federasi sepak bola masih sangat minim.
Padahal, banyak perempuan yang “beredar” di dunia si kulit bundar memiliki kemampuan mumpuni yang jika diberikan kesempatan sangat berpotensi membawa kemajuan organisasi.
Perempuan yang Menyukai Sepakbola sejak Kecil
Mari kita lihat kembali sepak terjang Ratu Tisha Destria. Menyukai sepak bola sejak kanak-kanak, dia mulai serius menangani tim sepak bola kampus ketika masih kuliah di Jurusan Matematik Institut Teknologi Bandung (ITB).
Usai dapatkan gelar sarjana, dia sempat berprofesi sebagai karyawan swasta sebelum akhirnya kembali serius berkecimpung di dunia sepak bola pada tahun 2012.
Ketika itu, dia menjadi salah satu pendiri penyedia layanan statistik dan data pertandingan sepak bola, Labbola dan aktif di sana sampai tahun 2016.
Kiprah di Labbola kemudian menjadi bekalnya menuju FIFA Master edisi ke-14. Lulus dari sana, dia sempat menjadi konsultan sepak bola dan pada 2016-2017 dia menjadi Direktur Kompetisi PT. Gelora Trisula Semesta, operator penyelenggara kompetisi pengganti Liga Indonesia yang ditiadakan karena sanksi-FIFA.
Jabatan yang sama kemudian dijabatnya di PT Liga Indonesia Baru yang menjalankan liga Indonesia pasca-sanksi FIFA. Kedudukan ini akan dilepaskannya karena dia telah dipercaya menjadi sekjen PSSI.
Catatan pengalaman itu semakin mentereng ditambah keadaan bahwa dalam seleksi sekjen PSSI, Ratu menjadi calon yang memiliki nilai tertinggi dari 30 peserta hampir pada semua tes yang diberikan.
“Nilainya tidak bisa dikejar oleh para pelamar lain,” kata Kepala Staf Ketua Umum PSSI Iwam Budianto.
Lalu, coba tengok pula Fatma Samba Diouf Samoura. Perempuan kelahiran Senegal, 9 September 1962 itu dipilih menjadi sekjen FIFA karena memiliki segudang pengalaman ketika berkarier sebagai di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) selama sekitar 21 tahun.
“Fatma adalah perempuan dengan pengalaman dan visi internasional, yang telah menghadapi isu-isu menantang di peradaban kita. Dan khususnya bagi FIFA, Fatma mengerti bahwa keterbukaan dan keteguhan tanggung jawab merupakan inti dari organisasi yang baik,” tutur Presiden FIFA Gianni Infantino.
Manajer Perempuan Bayern Muenchen
Dipuji Penempatan seorang perempuan di posisi strategis federasi mendapat perhatian dari legenda sepak bola dunia, salah satunya legenda klub sepak bola Jerman FC Bayern Muenchen, Giovane Elber.
Elber, pencetak 92 gol dari 169 penampilan kala bermain untuk Bayern Muenchen memuji PSSI atas penunjukan seorang perempuan sebagai sekretaris jenderal.
“Semua orang berhak menjadi pengisi posisi penting di federasi sepak bola dan itu bukan masalah gender. Untuk hal ini, Indonesia super,” kata dia.
Elber secara pribadi menaruh perhatian terhadap hal ini karena bagi pria berusia 44 tahun tersebut, sepak bola terbuka untuk siapa saja, termasuk bagi perempuan yang ingin mengembangkan diri, walau sejatinya olahraga ini didominasi oleh laki-laki.
Posisi sekretaris jenderal memang cukup strategis di federasi sepak bola. Jabatan itu merupakan jembatan penghubung antara organisasi internal dan pihak-pihak luar terutama federasi regional, konfederasi dan FIFA.
Seorang sekjen juga menjadi penanggung jawab perihal administrasi federasi seperti terkait rapat-rapat dan menerjemahkan keputusan kongres serta komite eksekutif.
Semakin banyak perempuan yang menjabat kursi penting federasi seperti sekjen, ketua umum ataupun Exco tentu merupakan kabar gembira.
Jika perempuan-perempuan dipercaya mengisi level top, diharapkan pelaksanaan dan pengembangan sepak bola perempuan juga bisa berjalan baik, mulai dari pelaksanaan liga, kompetisi dan sejenisnya.
Dengan demikian, masyarakat akan terbiasa menonton laga sepak bola perempuan, melihat perempuan melatih tim elite putra atau wasit perempuan memimpin pertandingan-pertandingan penting seperti final Piala Dunia. Dan bisa saja suatu saat jabatan Presiden FIFA juga diemban oleh seorang perempuan.
(Sumber: Antara)