Direktur MediaLink Mujtaba Hamdi mengatakan, pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada 2015 masih memiliki persoalan besar, terutama kasus kesalahan data peserta bantuan iuran (PBI). Hal itu terjadi karena penggunaan data lama dan data peserta yang tidak diperbaharui.
“Verifikasi data memang menjadi salah satu masalah utama dalam pelaksanaan program JKN. Jadi, harus ada terobosan dan inovasi sehingga verifikasi bisa bersifat partisipatif dan optimal,” kata Mutjaba di Jakarta, Kamis, (28/1). “Bahkan minimnya pembaharuan data di tingkat desa menyebabkan data yang didapat tak akurat.”
Dia menjelaskan pemerintah masih menggunakan data 2011 sehingga masih ada kelompok tidak mampu belum sepenuhnya dimasukkan. Kemudian, aturan pendataan seharusnya melibatkan partispasi warga, tapi dalam pelaksanaannya di lapangan tidak seindah regulasinya.
“Kenyataan di lapangan ada banyak data lama yang masih masuk. Warga yang meninggal pun masih masuk, karenanya masih banyak masyarakat miskin yang tidak masuk. Data tempat lahir juga banyak yang salah. Pendataan masih kacau-balau,” ujar Mutjaba.
Menurut Mutjaba, kunci persoalan ini adalah sistem validasi dan verifikasi harus lebih terbuka serta diterapkan secara merata di seluruh Indonesia. Kemudian, buat pos pelayanan di berbagai tempat sehingga setiap masalah langsung bisa diketahui dan diselesaikan. Misalnya, masih banyak ditemukan pelayanan bersifat diskriminasi kepada peserta PBI kelas III. Parahnya lagi, ada juga dokter yang tidak mau menerima pasien.
Seperti diketahui, sekitar 1,75 juta peserta JKN dihapus dari daftar peserta PBI karena pemerintah menilai mereka sudah mampu untuk membayar iuran JKN sebagai peserta mandiri atau perorangan.
Koordinator Hukum dan Anggaran Indonesia Budget Center (IBC) Darwanto mengatakan, pemanfaatan dana JKN oleh Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tidak maksimal selama pendataan dan verifikasi belum diperbaiki.
Menurut dia, alokasi anggaran dari APBN akan sangat tergantung data. Sebab, jika ada aggaran yang ganda untuk perseta PBI, maka anggarannya akan memebesar. Bahkan ada yang sudah meninggal. Jadi, alokasi anggaran belum efektif.
Berdasarkan data Indonesia Budget Center, iuran pemerintah pada BPJS Kesehatan naik menjadi Rp 25,5 triliun pada 2016. Sebelumnya anggaran yang disetor sebesar Rp 19,3 triliun. Kenaikan itu sejalan dengan peningkatan jumlah PBI tahun ini, sekitar 92, juta jiwa. “Iuran ini termasuk dalam dana kesehatan yang dibiayai APBN, yakni sebesar 5% dari anggaran,” kata Darwanto.