Jumat, Mei 3, 2024

Pencabutan Izin Usaha Perusahaan Pembakar Lahan Amat Terlambat

Tito Dirhantoro
Tito Dirhantoro
Reporter GeoTIMES.
Jarak pandang semakin pendeka akibat kabut asap/Antara Foto
Jarak pandang semakin pendek di Sumatera akibat kabut asap/Antara Foto

Pemerintah berencana akan mencabut izin usaha perusahaan yang terbukti membakar hutan atau lahan pada tahun depan. Rencana pencabutan izin tersebut dinilai sangat terlambat. Sebab, audit investigasi yang dilakukan pemerintah terhadap sejumlah perusahaan pembakar lahan sudah dilakukan sejak 2014.

Pius Ginting dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mengatakan, audit investigatif pada 2014 dilakukan oleh pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Tujuannya untuk menghadapi ancaman kebakaran hutan dan lahan yang terjadi setiap tahunnya. Dari audit tersebut, beberapa perusahaan sudah terbukti melakukan pelanggaran. Karena itu, pemerintahan saat ini seharusnya tinggal menindaklanjuti dan segera mengeksekusi temuan tersebut.

“Kali ini pemerintahan Joko Widodo menjanjikan ada perbaikan, namun pada tahun depan. Padahal, pemerintah semestinya mencabut izin usaha perusahaan pembakar lahan saat ini juga. Tidak ada lagi kompromi. Apalagi sudah terbukti tahun 2015 ini dampak asap sangat parah dan lebih banyak memakan korban jiwa, terutama anak-anak,” kata Pius ketika di temui di Jakarta.

Menurut dia, jika pemerintah serius merespons bencana kabut asap yang terjadi di Kalimantan, Sumatera bahkan Papua, seharusnya ada upaya penindakan lebih lanjut terhadap perusahaan pembakar lahan. Setidaknya memberhentikan izin usahanya sementara sambil menunggu proses hukum berjalan.

“Jika langkah ini ditempuh, pemerintah telah menjalankan program Nawa Cita seperti yang dijanjikannya, yaitu memberhentikan izin usaha perusahaan yang melanggar tanpa takut investasi akan lari,” tuturnya.

Pius mengungkapkan, pihak kepolisian yang telah menganulir PT BMH, salah satu anak usaha grup Sinar Mas sebagai tersangka pembakar lahan, merupakan upaya yang bertentangan dengan Undang-Undang Perkebunan. Dalam undang-undang tersebut, perusahaan wajib memiliki sarana dan prasarana saat terjadi kebakaran lahan. Dan ini merupakan tanggung jawabnya yang harus dipenuhi.

“Namun hal tersebut nyatanya tidak diindahkan oleh perusahaan tersebut. Karena itu, tidak ada alasan bagi pemerintah untuk tidak menghukumnya.”

Selain itu, Pius mengkritisi sikap pemerintah yang melulu hanya fokus mengejar pertumbuhan ekonomi semata, sehingga melupakan pelestarian lingkungan. Pemerintah tidak memperhatikan undang-undang tata ruang. Hal tersebut menyebabkan banyak lahan gambut yang beralih fungsi secara masif untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit. Padahal, telah diatur pemanfaatan lahan gambut hanya boleh dilakukan secara terbatas.

“Walau kelapa sawit potensinya besar sebagai komoditas ekspor, kerugian yang ditimbulkan juga sangat luas. Selain kerusakan lingkungan tentunya, juga menciptakan kematian bagi masyarakat, terutama anak-anak akibat kabut asap yang ditimbulkan,” kata Pius.

Tito Dirhantoro
Tito Dirhantoro
Reporter GeoTIMES.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.