Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) menyatakan pergantian Dirjen Pajak dan Dirjen Bea Cukai melalui seleksi terbuka dinilai cukup bagus dalam satu tahun pertama pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Alasannya itu menjadi pondasi tata kelembagaan ke depan dan pimpinan lembaga tersebut diharapkan lebih bertanggung jawab, akseptabel, dan kompeten.
“Janji penting Nawa Cita adalah transformasi kelembagaan, yakni membentuk Badan Penerimaan Negara yang lebih otonom, kredibel, dan profesional,” kata Direktur Eksekutif CITA Yustinus Prastowo melalui pesan singkat di Jakarta, kemarin. “Ini juga terkait dengan target tax ratio 16% pada 2019 dan desain ulang arsitektur fiskal, yakni rekoneksi belanja agar lebih bermanfat untuk rakyat.”
Prastowo juga mengapresiasi poin berikutnya, yakni meningkatnya target penerimaan pajak yang sangat tinggi tanpa mengukur kapasitas pemungutan. Alhasil, terjadi pemungutan pajak instan dan agresif sehingga berpotensi mendistorsi hak-hak wajib pajak.
“Meski demikian, kenaikan target penerimaan pajak belum diikuti pemahaman yang baik akan pentingnya reformasi perpajakan yang komprehensif,” kata Prastowo. Dengan demikian, kebijakan perpajakan masih bertumpu pada intensifikasi dan ekstensifikasi tanpa arah yang jelas, belum mengarah pada sektor potensial, menyasar kelompok tidak patuh dan dilandasi upaya membangun kepatuhan sukarela wajib pajak.
Di sisi lain, ada beberapa pencapaian yang layak diapresiasi meski belum memuaskan, seperti tahun pembinaan wajib pajak. Program itu cukup bagus sebagai upaya membangun kesadaran dan kepatuhan pajak, walau dalam praktik mengalami berbagai kendala, termasuk distorsi pemerintah dengan mewacanakan pengampunan pajak (tax amnesty).
Karena itu, CITA mendesak pemerintahan Jokowi-JK konsisten dengan visi Nawa Cita sehingga kebijakan pajak bisa mendukung kesinambungan fiskal bagi pencapaian kesejahteraan rakyat. Salah satu caranya melakukan reformasi kelembagaan seperti mewujudkan Badan Penerimaan Negara yang kredibel, otonom, profesional, rekoneksi belanja dengan penerimaan, menyusun strategi jangka menengah yang berkelanjutan, dan koordinasi penegak hukum.
Prastowo menambahkan, revisi Undang-Undang Perpajakan perlu dipercepat dengan tetap memperhatikan prinsip dan asas perpajakan yang berkeadilan, menciptakan kepastian hukum, efisien dan melindungi hak wajib pajak.
Yang tak kalah pentingnya, dia menambahkan, Jokowi-JK perlu menunda pemberlakuan pengampunan pajak sampai beberapa prasyarat utama disiapkan yakni administrasi pasca-pengampunan, skema manajemen kepatuhan pajak, revisi UU Perbankan, dan inisiasi Single Identification Number (SIN).
“Publik harus terus-menerus mengawasi kinerja pemerintahan Jokowi-JK. Agar pemerintahan demokratis yang dipilih rakyat ini setia dan tidak melenceng dari visi Trisakti dan janji Nawa Cita.”