Disaster Resource Partnership mendesak perusahaan-perusahaan konsesi, badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah memiliki asuransi atas risiko bencana. Pasalnya, kebakaran hutan dan lahan di Sumatera dan Kalimantan bukan hanya merugikan pengusaha tapi juga berdampak pada transportasi, pariwisata, dan kesehatan masyarakat.
“Perusahaan konsesi harus punya asuransi risiko kebencanaan. Sebab, ini bagian dari investasi berisiko sehingga punya kalkulasinya dan langkah-langkah untuk menanggulanginya. Jadi, beban biaya pemadaman pembakaran lahan tidak ditanggung pemerintah sepenuhnya. Perlu ada tanggung jawab dari perusahaan juga,” kata Viktor Rembeth, Manager National Disaster Resource Partnership, di Jakarta, Rabu (4/11).
Begitu pula dengan Angkasa Pura, salah satu BUMN yang terkena dampak asap. Mereka menanggung kerugian besar akibat penundaan pesawat. Karena itu, Angkasa Pura bisa melakukan transfer risiko itu ke pihak asuransi. Berdasarkan catatan PT Angkasa Pura II, pihaknya mengalami kerugian sekitar Rp 30 miliar dalam jangka waktu satu bulan akibat asap.
Tak hanya itu, tambah Viktor, pariwisata juga terkena dampak sehingga perlu investasi untuk mengurangi kerugian tersebut. “Pemerintah perlu membuat regulasi agar BUMN dan BUMD dapat melakukan transfer risiko tersebut. Transfer itu menjadi kebutuhan saat ini dan ke depan. Dan kasus bencana asap bukan yang pertama di Sumatera dan Kalimantan, tapi sudah berulang kali terjadi.”
Menurut Viktor, perusahaan konsesi bukan hanya memiliki transfer risiko. Mereka juga harus mempunyai alat pemadam untuk menanggulangi bencana tahunan itu. Jika tidak punya alat untuk menanggulangi bencana di lahan konsesi mereka, sudah sepatutnya lahan mereka dicabut.
Pihaknya juga menyoroti tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yang diberikan perusahaan sawit. Dia meminta perusahaan sawit membuat program CSR yang sesuai dengan kegiatannya, seperti mencegah atau menanggulangi bencana akibat pembakaran lahan. Bukan CSR melalui pasar murah.
Di luar itu, Viktor mendesak pemerintah memiliki peraturan presiden soal penetapan status bencana nasional. Pasalnya, saat terjadi bencana, pemerintah masih bingung menetapkan status tersebut. Dengan adanya perpres, pemerintah tidak bingung lagi menetapkannya karena sudah memiliki syarat tertentu.