Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menyatakan Presiden Joko Widodo mendapatkan bisikan yang salah soal Peraturan Pemerintah No 75 tahun 2015 tentang Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) pada Kementerian Kelautan dan Perikanan. Sebab, salah satu pungutan dalam PNBP itu adalah reklamasi pantai.
“Pemasukan negara dari pembangunan reklamasi, baik komersial maupun nonkomersial, merupakan tindakan yang salah. Ini menyimpang karena mengorbankan lingkungan hidup kita untuk pemasukan negara,” kata Ketua KNTI Riza Damanik di YLBHI, Jakarta, Rabu (11/11).
Dia menjelaskan, ada upaya sistematis dan agresif dalam pembangunan reklamasi di wilayah Indonesia. Dengan alasan pemasukan negara, pemerintah akan menyetujui pembangunan reklamasi di Teluk Jakarta, Teluk Benoa, dan Makassar.
Menurutnya, dengan terbitnya PP No 75 Tahun 2015 pemerintah bukan memperkuat poros maritim dunia, akan tetapi melemahkan. Jadi, kampanye Joko Widodo pada 2014 bahwa Indonesia sudah lama memunggungi laut tetap juga dijalankan dalam pemerintahannya saat ini.
Riza menambahkan PP itu akan berlaku setelah 60 hari sejak ditandatangani Presiden. Dengan jeda waktu 60 hari tersebut, pemerintah diminta melakukan revisi aturan itu.
Hal senada diungkapkan Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Abdul Halim. Dia mengatakan, pemerintah jangan berpikir pendek hanya karena memenuhi target PNBP 2016 sebesar Rp 1,3 triliun. Sebab, target itu mengabaikan sektor lingkungan dan ketahanan pangan nelayan pesisir.
“Pemungutan PNBP dari reklamasi dapat memicu pengajuan izin secara masif di Indonesia. Dampaknya adalah hancurnya aktivitas nelayan pesisir dan nelayan pembudidaya. Ini dampak negatif secara besar-besaran,” ujar Abdul.
Menurut dia, pemerintah harus dapat PNBP tanpa merusak lingkungan. Caranya, lanjut dia, memperbaiki pelayanan pelabuhan pantai di daerah, nasional, dan tempat pelelangan. Kalau fungsi ini diperbaiki, potensi pendapatan besar tanpa merusak ekosistem. “Jika pelayanan ini diperbaiki, berapa pun target pemerintah mudah dicapai. Sebab, selama ini fungsi pungutan di pelelangan tidak berjalan,” kata Abdul.