Jakarta, 25/7 – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan keterlibatan swasta sangat penting untuk mengatasi keterbatasan anggaran belanja pemerintah dalam mewujudkan pembangunan sarana infrastruktur.
“Ruang anggaran terbatas, tapi kita bisa memanfaatkan skema pendanaan dan menarik investasi swasta agar tidak bergantung APBN,” kata Sri Mulyani dalam pembukaan acara Indonesia Infrastructure Finance Forum di Jakarta, Selasa.
Sri Mulyani mengatakan Indonesia harus mengejar ketertinggalan dalam penyediaan sarana infrastruktur karena kondisi ekonomi saat ini sedang bergerak maju didukung oleh bonus demografi serta pertumbuhan kelas menengah.
Namun, kata dia, upaya itu tidak bisa dilakukan dengan cepat karena pemerintah memiliki keterbatasan dalam hal pembiayaan sehingga membutuhkan peran swasta untuk membangun sarana infrastruktur dan meningkatkan konektivitas antardaerah.
“Pembangunan infrastruktur jadi hal yang sangat penting, karena mengejar sesuatu yang sudah tertinggal 18 tahun tidak mudah. Kalau dipaksakan kita akan berhadapan dengan isu keberlanjutan dan stabilitas keuangan negara. Karena itu penting untuk melibatkan sektor swasta,” katanya.
Sri Mulyani mengatakan ruang untuk menjalin kerja sama dengan swasta sangat besar karena kebutuhan investasi infrastruktur mencapai 500 miliar dolar AS dalam lima tahun dan Indonesia mempunyai sumber daya serta mampu memitigasi risiko.
“Indonesia memiliki kesempatan besar untuk bekerja sama dengan swasta, kita mempunyai sumber daya dan bisa memitigasi risiko untuk mewujudkan hasil yang bisa dinikmati semua orang,” kata mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini.
Ia juga memastikan pengembangan pembiayaan kreatif dan inovatif dari swasta dibutuhkan karena pemerintah memiliki 245 proyek infrastruktur yang termasuk dalam daftar Proyek Strategis Nasional di tingkat nasional maupun daerah.
Presiden Grup Bank Dunia Jim Yong Kim menambahkan Indonesia memiliki keterbatasan dalam pembiayaan infrastruktur karena pemungutan pajak belum optimal, belanja pemerintah belum efisien dan terdapat batasan defisit anggaran tiga persen terhadap PDB.
Untuk itu, ia mengatakan kemitraan publik dan swasta sangat dibutuhkan dalam pembangunan sarana infrastruktur strategis yang diperlukan untuk mendukung kinerja perekonomian Indonesia yang sedang berkembang.
Jim menambahkan Bank Dunia siap memberikan bantuan teknis dan tata kelola untuk mendorong minat swasta serta mengurangi risiko kerugian agar proyek infrastruktur yang dibiayai menjadi lebih menarik bagi investor secara ekonomi.
“Kami bisa memfasilitasi proses percepatan pembangunan infrastruktur di negara berkembang dengan menyediakan solusi yang menguntung, sehingga investor negara maju dapat keuntungan dan negara berkembang dapat akses pendanaan dengan bunga rendah,” kata Jim.
Namun, menurut dia, masih ada hambatan yang mengganggu kenyamanan investor swasta dalam berinvestasi dalam pembangunan infrastruktur sehingga harus dihilangkan untuk menciptakan suasana yang kondusif bagi keberlanjutan skema kemitraan publik dan badan usaha.
“Kami sudah identifikasi 100 peraturan perundangan yang mengatur kemitraan PPP yang tidak konsisten satu sama lain dan kurang menguntungkan swasta, misal ada peraturan perundangan yang menguntungkan BUMN dalam hak pengelolaan proyek, padahal harus ada mekanisme kompetisi,” kata Jim.
Acara Indonesia Infrastructure Finance Forum yang terselenggara atas dukungan tiga BUMN yang membidani infrastruktur ini merupakan bagian dari pelaksanaan kegiatan Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia yang akan berlangsung pada Oktober 2018 di Bali, Indonesia.
Forum ini juga disertai diskusi untuk membahas mengenai target pembangunan infrastruktur termasuk diantaranya perencanaan, penyiapan dan transaksi proyek, peran BUMN dalam infrastruktur dan mobilisasi alternatif pembiayaan komersial.
(Sumber: Antara)