Rabu, Oktober 9, 2024

Mantan Jenderal: Reformasi TNI Kebablasan

Tito Dirhantoro
Tito Dirhantoro
Reporter GeoTIMES.
Prajurit Korps Marinir TNI AL berbaris saat upacara peringatan HUT ke-70 Korps Marinir TNI AL di Lapangan Mako Marinir, Cilandak, Jakarta Selatan, Minggu (15/11). Peringatan hari jadi ke-70 Korps Marinir TNI AL digelar dengan mengusung tema "Kuat Bersama Rakyat Berkarakter Maritim." ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/kye/15
Prajurit Korps Marinir TNI AL berbaris saat upacara peringatan HUT ke-70 Korps Marinir TNI AL di Lapangan Mako Marinir, Cilandak, Jakarta Selatan, Minggu (15/11). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/kye/15

Reformasi yang dilakukan di tubuh Tentara Nasional Indonesia dinilai sudah kebablasan. Pasalnya, peran TNI saat ini yang tunduk pada otoritas sipil kerap disalahgunakan. Akibatnya, reformasi yang terjadi di tubuh TNI saat ini telah menganulir fungsi utama TNI yang sesungguhnya, yakni menjaga kedaulatan negara dan mempertahankan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Mantan Kepala Staf Umum Letnan Jenderal TNI (Purn) Johannes Suryo Prabowo mengatakan, langkah TNI di awal tahun ini yang telah menyepakati 30 nota kesepahaman (MoU) dengan lembaga negara lainnya membuat para menteri dan kepala lembaga negara lainnya memiliki kewenangan dalam menggunakan TNI secara spontanitas.

“Hal ini jelas keliru. Sebab, pengoperasian kekuatan TNI untuk melaksanakan tugas-tugas selain perang, hanya boleh dilakukan atas kebijakan politik negara. Bukan atas keputusan kepala lembaga negara,” kata Suryo ketika ditemui di Jakarta, Rabu (18/11).

Dia mencontohkan, salah satu nota kesepahaman yang telah disepakati TNI dengan lembaga negara yaitu adanya kesepakatan dengan Kementerian Perhubungan. Hal ini tentu tindakan gegabah. Maka, tak heran adanya nota kesepahaman tersebut mengakibatkan banyak anggota TNI yang akhirnya tunduk pada otoritas bandara dan pelabuhan.

“MoU yang dibuat TNI dan Kementerian Perhubungan memberi peluang bagi prajurit TNI untuk menjadi satpam-satpam stasiun, pelabuhan, bandara, dan kantor-kantor kementerian lainnya,” tuturnya.

Bahkan celakanya, lanjut dia, adanya upaya Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang ingin memberikan uang saku kepada TNI bisa mengubah tentara nasional menjadi tentara daerah yang lingkupnya lebih kecil. Akibat adanya pemberian uang saku tersebut, TNI nanti mesti tunduk pada Gubernur.

Karena itu, Suryo menegaskan, sebenarnya yang lebih mendesak untuk direformasi saat ini adalah pihak otoritas sipil. Hal tersebut perlu dilakukan agar seorang pemimpin kepala pemerintahan, baik pusat maupun daerah, tidak menjadi penguasa yang otoriter dan militeristik. Memanfaatkan kekuatan militer untuk melindungi kekuasaannya.

“Pemerintah pusat dan daerah seharusnya mematuhi undang-undang yang mengatur pembinaan dan penggunaan kekuatan TNI. Mereka tidak bisa menyalahgunakan kekuatan TNI untuk menyelesaikan tugas-tugas kementerian dan tugas pemerintah daerah,” ujarnya. “Bagaimanapun TNI adalah alat negara, bukan alat pemerintah dan sama sekali bukan alat kementerian.”

Tito Dirhantoro
Tito Dirhantoro
Reporter GeoTIMES.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.