Pemerintah Joko Widodo sempat cukup serius merespons kasus-kasus kekerasan bernuansa pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Papua. Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan HAM telah menyampaikan delapan kebijakan Jokowi terhadap penyelesaian kasus Papua. Namun, dalam praktiknya terjadi kontradiksi terkait penyelesaian kasus Papua, terutama pelanggaran HAM.
“Sayangnya komitmen pemerintahan Jokowi dalam mengatasi persoalan HAM di Papua kembali dipertanyakan,” kata Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Natalius Pigai di Jakarta, Jumat (4/3). “Pasalnya, kendati orang nomor satu Indonesia ini sudah mengunjungi Papua, kehadirannya di tengah warga hanya sebatas mengurusi infrastruktur pembangunan. Fokusi ini telah mengabaikan kebutuhan mendasar masyarakat Papua akan tegaknya HAM.”
Dia menambahkan, selama satu tahun kepemimpinan Presiden Jokowi, telah terjadi berbagai peristiwa pelanggaran HAM, penangkapan, penganiayan, penyiksaan, dan pembunuhan terhadap sekitar 700 orang Papua.
Berdasarkan data Komnas HAM, sedikitnya 41 anak meninggal secara misterius di Kabupaten Nduga, kematian empat siswa dan 17 anak (Desember 2014), lalu penembakan di Kabupaten Yahukimo, Dogiyai, Tolikara, Timika pada 2015, dan penangkapan sekitar 500 orang.
Menurut Natalius, kekerasan di Papua umumnya dilakukan oleh aparat kepolisian dan anggota militer. Peristiwa tersebut sering terjadi di wilayah dataran tinggi yang terpencil. Di sana, aparat keamanan berulang kali menyerang warga desa dengan dalih aksi balas dendam.
Dia juga menambahkan, tindak kekerasan dan intimidasi yang dilakukan terhadap masayarakat Papua juga berakibat pada pengungsian dalam jumlah yang tak sedikit. Bahkan tindak kekerasan juga dialami para aktivis politik karena mengalami kriminalisasi, penahanan, dan tak jarang pembunuhan.
Marinus Yaung, analis hukum dari Universitas Cendrawasih, mengatakan, kunjungan Presiden Jokowi ke Papua harus berkualitas. Untuk apa ke Papua jika tidak menyelesaikan masalah kekerasan dan pelanggaran HAM di Papua.
“Komitmen Jokowi dalam kasus HAM kami pertanyakan. Ini pertarungan Jokowi dalam menyelesaikan kasus Paniai. Sebab, ada ketidakpercayaan orang Papua terhadap orang Jakarta. Kami selama ini dijadikan objek, bukan subjek,” kata Marinus.