Pemerintah Joko Widodo diminta untuk lebih fokus menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean ketimbang terburu-buru bergabung dengan Trans Pacific Partnership. Persiapan menghadapi MEA sudah sangat mendesak karena penyelenggaraan perdagangan bebas negara-negara Asean ini akan mulai berlaku pada Desember mendatang.
Pengamat ekonomi Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus mengatakan, Indonesia masih terlalu berisiko untuk bergabung dalam kesepakatan ekonomi Trans Pacific Partnership. Indonesia masih jauh dari siap, terlebih daya saing produk-produk Indonesia hingga kini belum ada peningkatan signifikan. Jika pemerintah memaksa bergabung dalam TPP ini, Indonesia dikhawatirkan hanya akan menjadi pasar bagi negara-negara anggota TPP.
“Jangan terlalu memaksakan diri, masih banyak yang harus diperbaiki di dalam negeri. Saat ini yang lebih penting adalah persiapan terakhir menjelang bergulirnya MEA. Pemerintah harus merespons segera dengan mensosialisasikan besar-besaran hingga ke seluruh daerah yang ada di Indonesia, tanpa terkecuali,” kata Ahmad ketika ditemui di Jakarta.
Menurut dia, dalam mempersiapkan diri mengadapi MEA, pemerintah harus memberikan pembekalan keterampilan dan bantuan akses permodalan, khususnya kepada para pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Langkah ini perlu dilakukan agar kualitas produk-produk hasil para pelaku usaha tersebut dapat bersaing dengan produk-produk negara Asean lainnya.
“Setelah itu, tidak berhenti hanya sampai di situ, bantuan pemerintah kemudian seperti pemasaran produk tentunya juga sangat diperlukan. Dengan begitu, banyak produk berkualitas dari Indonesia diharapkan bisa dikenal luas, terutama oleh pasar negara Asean,” tuturnya.
Ahmad juga menekankan, untuk menunjang kelangsungan pembiayaan unit usaha dalam menghadapi MEA, undang-undang perbankan harus diperbaiki. Tujuannya agar lembaga pembiayaan perbankan dapat lebih memperhatikan sektor riil. Beberapa poin dengan adanya perbaikan undang-undang tersebut nantinya bisa direalisasikan seperti optimalisasi intermediasi perbankan, kemudahan memperoleh pembiayaan permodalan, dan keringanan angsuran pokok bagi UMKM.
Dia menambahkan, selain UMKM, pemerintah juga perlu memperkuat peran industri dalam negeri untuk menunjang perekonomian nasional ke depan. Strategi ekspor Indonesia perlu diubah menjadi berbasis keunggulan kompetitif. Pemerintah harus bergeser dari produk berbasis buruh murah dan kaya sumber daya alam menjadi produk yang tenaga kerja yang terampil, padat teknologi, dan dinamis mengikuti perkembangan pasar
“Karenanya, salah satu hal yang mendesak bagi pemerintah saat ini adalah segera melakukan penetrasi ekspor dengan fokus mengekspor produk-produk potensial dalam negeri yang punya daya saing di pasar internasional.”