Sabtu, Mei 4, 2024

Investasi Hancurkan Masyarakat Adat Papua

Reja Hidayat
Reja Hidayat
Reporter GeoTIMES.
Demo Mahasiswa Papua. ANTARA FOTO/Noveradika
Demo Mahasiswa Papua. ANTARA FOTO/Noveradika

Pembukaan lahan hutan tanaman industri (HTI), perkebunan sawit, dan pertambangan di Sumatera dan Kalimantan menyebabkan lahan semakin kecil. Akibatnya, para investor berencana melakukan ekspansi ke Papua pada 2019.

Y.L. Franky  dari Yayasan Pusaka mengatakan, hadirnya investasi di hutan alam Papua akan mengancam masyarakat adat. Pasalnya, masyarakat saat ini masih bergantung pada hutan alam untuk bertahan hidup dan mengelola hutan secara mandiri, bermartabat serta berkeadilan.

“Adanya investasi di hutan alam akan menghancurkan modal sosial masyarakat adat Papua. Sebab, pelucutan dan penghancuran indentitas sosial budaya antara masyarakat dengan tanah dan hutan,” kata Franky di Jakarta, Jumat (16/10).

Tak hanya itu, dia menjelaskan, adanya investasi tersebut memaksa masyarakat bertransformasi dalam sistem ekonomi yang individualistik dan tergantung pada pemodal, takluk pada budaya hukum dan lembaga pemerintah. Bahkan terjadi penggusuran tempat penting masyarakat adat. Misalnya, tempat keramat dan bersejarah, sumber pangan, dan bencana ekonomi.

“Kerusakan hutan dalam jangka panjang menyebabkan kemerosotan daya dukung lingkungan dan kepunahan keanekaragaman hayati serta berkurangnya mutu dan limpahan hasil hutan. Akibatnya mengancam keberlanjutan kehidupan masyarakat,” ucap Franky.

Franky juga menambahkan, tak hanya masalah sosial yang muncul tapi juga konflik dan krisis di wilayah hutan yang selama ini menjadi sumber kehidupan masyarakat adat.  Konflik dan ketegangan sosial sudah mulai ada ketika hutan ditetapkan sebagai hutan negara, persisnya akibat pengalihan sewenang-wenang hutan adat.

Dari situ ketegangan sosial meningkat seiring dengan munculnya problem baru, seperti kompensasi yang tidak adil, kehancuran modal sosial, eksploitasi sistem kerja dan upah tidak adil, kemiskinan dan bencana ekologis. Dengan demikian terjadi akumulasi ketegangan dan konflik itu menjadi sumber kekerasan dan krisis sosial, ekonomi, politik.

“Ada peningkatan konflik antara masyarakat, pemerintah, dan perusahaan. Contohnya kasus pelanggaran HAM Wasior berdarah,” kata Franky. Bahkan korporasi menggunakan militer untuk mengamankan investasi mereka. Saat ini, banyak pos militer di hutan dan masyarakat dilarang untuk melintasinya. “Jarak pos militer saling berdekatan. Dan kita menduga itu pengamanan bagi investor.”

Karena itu, pihaknya mendesak pemerintah Jokowi untuk mengkaji ulang dan mencabut izin perusahaan yang terlibat dalam kejahatan kemanusiaan dan ekologis, serta berikan sanksi terhadap perusahaan.  Dia juga meminta pemerintah memulihkan hak masyarakat adat dengan adil dan mengupayakan kebijakan perlindungan dan pemberdayaan.

Reja Hidayat
Reja Hidayat
Reporter GeoTIMES.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.