Jakarta, 20/7 – Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menyebutkan peran mantan Ketua Fraksi Partai Golkar Setya Novanto dalam proses penganggaran KTP-E.
“Dalam kesempatan itu Andi Agustinus mengatakan kepada terdakwa I Irman dan terdakwa II Sugiharto bahwa kunci anggaran ini bukan di Ketua Komisi II, tapi pada Setya Novanto,” kata anggota majelis hakim Frangki Tambuwun dalam sidang pembacaan vonis di pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis.
Lebih lanjut dikatakannya, “Andi agustinus membicarakan peran yang bisa dimainkannya dan terdakwa 1 menyarankan agar Andi bergabung dengan pemenang uji petik e-KTP yaitu Winata Tjahyadi. namun tidak ada kesepaktan antara keduanya”.
Dalam perkara e-KTP, Andi Agustinus dan Setya Novanto juga sudah menjadi tersangka.
“Beberapa hari kemudian, kira-kira pukul 06.00 WIB di Hotel Gran Melia Jakarta, para terdakwa bersama-sama dengan Andi Agustinus dan Diah Anggraini melakukan pertemuan dengan Setya Novanto. Dalam pertemuan itu Setya Novanto menyatakan dukungannya dalam pembahasan anggaran proyek penerapan e-KTP,” tambah Frangki.
Setelah itu, menurut Frangki, Irman dan Andi Agustinus menemui Setya Novanto di ruang kerjanya di Lantai 12 Gedung DPR RI.
“Dalam pertemuan tersebut, terdakwa I dan Andi Agustinus meminta kepastian kesiapan anggaran untuk proyek penerapan e-KTP atas permintaan itu Setya Novanto mengatakan akan mengkoordinasikan dengan pimpinan fraksi lainnya,” jelas hakim Frangki.
Andi agustinus lalu menyampaikan rencana isinya antara lain penyaluran uang dari Andi Agustinus kepada Setya Novanto, Anas Urbaningrum, Marzuki Ali, Chaeruman Harahap, komisi II DPR.
“Rencana Andi Agustinus yang akan membagi-bagi uang menurut terdakwa I ‘Silakan saja Pak Giarto asal tidak mengganggu pelaksanaan’, maksudnya asal itu bagian keuntungan dan tidak mengganggu pekerjaan karena terdakwa I Irman mengatakan sudah ada orang yang akan membiayai pembagian uang tersebut’,” tambah Frangki.
Tapi menurut Frangki, realisasi pemberian uang ke orang-orang yang disebutkan namanya tersebut tidak diketahui oleh Irman.
“Mengenai realisasi pembagian uang kepada pihak-pihak yang membantu dari laporan Sugiharto yang mendapat informasi dari Andi Agustinus bahwa untuk termin 1, 2, 3, 4 Anang Sugiharto sudah menyerahkan ke Andi Agustinus untuk diserahkan ke pihak-pihak di DPR, tapi apakah Andi Agustinus sudah menyalurkan secara langsung ke pihak-pihak di DPR itu, terdakwa 1 tidak mengetahuinya,” jelas hakim Frangki.
Sehingga terkait pembuktian pasal turut serta dalam pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP seperti dalam dakwaan JPU KPK hanya terjadi antara Irman, Sugiharto, Sekjen Kemendagri saat itu Diah Angraeni, Andi Agustinus dan calon peserta lelang.
“Telah terjadi kolusi antara terdakwa 1, terdakwa 2, Diah Angraeni, Andi Agustinus dan calon peserta lelang. Terjadi penerimaan uang dari tahap penganggaran sampai lelang agar pihak tertentu menang dengan cara yang tidak benar. Pemilihan barang diarahkan kepada produk-produk tertentu sehingga tidak terjadi kompetisi sehat baik dari sisi mutu dan harga, Para terakwa bersama-sama dengan pihak lain dalam kapasitasnya bersama terdakwa 1 dan terdakwa 2 turut serta melakukan perbuatan sehingga unsur turut serta terpenuhi menurut hukum,” ungkap hakim Frangki.
Majelis hakim yang terdiri dari Jhon Halasan Butarbutar, Frangki Tumbuwun, Emilia, Anwar dan Ansyori Saifudin dalam perkara ini memvonis mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri Irman divonis 7 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan ditambah kewajiban membayar denda 500 ribu dolar AS dikurangi 300 ribu dolar AS dan Rp50 juta subsider 2 tahun kurungan.
Sedangkan terhadap mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Kemendagri Sugiharto divonis 5 tahun penjara ditambah denda Rp400 juta subsider 1 bulan kurungan ditambah kewajiban membayar uang pengganti 50 ribu dolar AS dikurangi pengembalian 30 ribu dolar AS dan Rp150 juta subsider 1 tahun kurungan.
(Sumber: Antara)