Bank Indonesia dinilai telah lalai dalam menjaga nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, terutama dolar Amerika Serikat. Kekeliruan itu menimbulkan nilai tukar rupiah mengalami depresiasi atau anjlok cukup dalam. Hingga Rabu (7/10) kurs rupiah terhadap dolar berada di kisaran Rp 13.800. Padahal seharusnya hal tersebut dapat diantisipasi sejak dini.
Pengamat ekonomi dari Institute Development Economic and Finance (Indef), Iman Sugema, mengatakan sejak pemerintahan Joko Widodo belum terbentuk kondisi nilai tukar rupiah berada di posisi Rp 12.032. Namun, hingga setahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo, rupiah yang digadang-gadang bisa turun ke angka Rp 9.000 per dolar Amerika Serikat nyatanya tak kunjung terwujud.
“Ini karena Bank Indonesia salah strategi dalam menjaga nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Yang terjadi, rupaih bukan semakin menguat, justru sebaliknya anjlok hingga menyentuh angka Rp 14 ribu beberapa waktu lalu,” kata Iman di Jakarta, Rabu (7/10).
Dia menjelaskan, pelemahan nilai tukar rupiah biasanya dipengaruhi oleh perubahan struktur fundamental neraca pembayaran (balance of payment). Jika neraca pembayaran defisit, dampaknya nilai tukar rupiah melemah. Begitu juga sebaliknya, jika neraca pembayaran surplus, semestinya rupiah menguat.
Pada 2014-2015, neraca pembayaran mengalami surplus. Yang meminta rupiah pada saat itu lebih banyak ketimbang dolar, maka seharusnya nilai tukar rupiah menguat. Namun, faktanya rupiah justru terus melemah hingga kini. Itu karena Bank Indonesia salah strategi dengan menarik dolar banyak-banyak untuk devisa. Akibatnya, dolar tak ada di pasaran. Dampaknya rupiah melemah.
“Dengan melemahnya nilai tukar rupiah ini banyak kerugian yang dialami masyarakat. Biaya hidup masyarakat menjadi sangat mahal. Ini suatu kejahatan, bahkan lebih berbahaya ketimbang korupsi,” tuturnya.
“Bayangkan saja, dihitung sejak melemahnya rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, misalnya sejak 2011 hingga 2014, kerugian ekonomi yang ditimbulkan mencapai Rp 900 triliun. Tidak ada, kan, korupsi yang sebesar itu. Dalam hal ini DPR perlu mempertanyakan kinerja Bank Indonesia.”
Karena itu, Iman meminta Bank Indonesia ke depan agar lebih fokus saja dalam mengelola nilai tukar rupiah. Tidak perlu Bank Indonesia mengurusi hal-hal lain yang bukan bidangnya. Misalnya, ikut bermain dalam menentukan harga bahan bakar minyak (BBM). Sebab, dampaknya menyulitkan Pertamina yang ingin menurunkan harga BBM, meski harga minyak dunia saat ini mengalami tren penurunan.