Selasa, Oktober 15, 2024

Hukuman Tak Manusiawi Terus Berulang, Pemerintah Dinilai Abai

Reja Hidayat
Reja Hidayat
Reporter GeoTIMES.
Aksi "Orang Muda Lawan Kekerasan Seksual” di Car Free Day, Bundaran Hotel Indonesia, (6/12/2015). Mereka mendukung pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.(Jaringan Muda)
Aksi “Orang Muda Lawan Kekerasan Seksual” di Car Free Day, Bundaran Hotel Indonesia (6/12/2015). Mereka mendukung pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. (Jaringan Muda)

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyesalkan tindakan penelanjangan atas seorang remaja putri oleh massa di Sragen, Jawa Tengah. Remaja putri tersebut kemudian disuruh berjalan mengelilingi kampung dalam keadaan telanjang, hanya karena dituduh mencuri sandal.

Ketua Komnas Perempuan Azriana mengatakan, perlakuan yang menimpa remaja perempuan tersebut merupakan salah satu bentuk kekerasan seksual, yaitu penghukuman yang tidak manusiawi dan bernuansa seksual. “Bentuk penghukuman ini, terutama yang ditujukan kepada perempuan, cukup marak terjadi di sejumlah daerah di Indonesia dan terus berulang,” kata Azriana kepada Geotimes, Selasa (19/1).

Dia menambahkan, ada tiga kasus penghukuman yang menyasar tubuh dan seksualitas perempuan dan kejadian itu cukup serius dalam tiga bulan terakhir. Pertama, di Tapanuli Selatan, isteri ditelanjangi dan diikat di pohon oleh suami dan mertuanya karena dianggap malas. Kedua, seorang perempuan di Kota Banda Aceh dimandikan warga dengan air comberan karena ditemukan berduaan dengan pasangannya. Ketiga, yang dialami oleh remaja putri di Sragen, Jawa Tengah.

Seperti diketahui, pada tahun 2013 Jaring Pemantau Aceh telah menyampaikan 83 kasus penghukuman tidak manusiawi dan bernuansa seksual yang dialami oleh perempuan di Aceh, karena dianggap melakukan pelanggaran asusila. Kasus di Sragen menunjukkan bahwa pola penghukuman yang tidak manusiawi dan bernuansa seksual terhadap perempuan ini semakin berkembang. Bukan saja diterapkan kepada perempuan yang dianggap melakukan tindakan pelanggaran asusila, tapi juga terhadap perempuan dengan pelanggaran lainnya.

Azriana menyayangkan kasus-kasus semacam ini terus berulang di tengah jaminan konstitusi. Bahkan Indonesia telah meratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat Manusia melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998.

Ketiga kasus di atas, ujarnya, menunjukkan bahwa komitmen pemerintah untuk menghadirkan kembali negara yang melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman kepada seluruh warga negara belum sepenuhnya terwujud. “Pemerintah belum mampu melindungi dan memberikan rasa aman terhadap seluruh perempuan,” tegasnya.

Tindak penghakiman massa seharusnya dapat dihentikan dan dicegah jika hukum terhadap pelaku ditegakkan. Tak hanya itu, harus ada upaya sistematis mendidik masyarakat untuk berperan aktif dalam penghapusan kekerasan terhadap perempuan, kata Azriana.

Sementara itu, Komisioner Sub Komisi Reformasi Hukum dan Kebijakan Komnas Perempuan Sri Nurherwati mengatakan, pihak Polres Sragen harus memproses laporan orang tua korban dengan memeriksa sejumlah orang yang diduga sebagai pelaku.

Pihaknya, tambah Sri, akan memantau perkembangan proses hukum ini untuk memastikan rasa keadilan korban tidak tercederai dan hukum ditegakkan terhadap pelaku. Selain itu, pihaknya menaruh harapan tinggi terhadap Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (PP3AKB) Jawa Tengah untuk memastikan pemulihan yang berkelanjutan bagi korban, termasuk terpenuhinya hak korban atas kelangsungan pendidikan.

Karena itu, untuk mencegah tindak penghukuman yang tidak manusiawi dan bernuansa seksual kembali berulang di masa depan, Komnas Perempuan mendesak pemerintah untuk memastikan aparat kepolisian di seluruh wilayah Indonesia pro aktif menegakkan hukum terhadap tindakan main hakim sendiri oleh warga masyarakat.

Sri juga meminta pemerintah segera menetapkan penghukuman yang tidak manusiawi dan bernuansa seksual sebagai salah satu bentuk tindak pidana kekerasan seksual melalui Pengesahan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual.

Reja Hidayat
Reja Hidayat
Reporter GeoTIMES.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.