Kamis, Mei 2, 2024

Ahok Keliru Terapkan Pelabuhan Rotterdam di Jakarta

Reja Hidayat
Reja Hidayat
Reporter GeoTIMES.
Suasana aktivitas bongkar muat peti kemas di Jakarta International Container Terminal (JICT), Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (2/9). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Jakarta International Container Terminal (JICT), Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (2/9). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Pakar kelautan dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Muslim Muin mengatakan, rencana Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) membangun Port of Jakarta dengan cara mereklamasi lima pulau di Jakarta adalah keliru. Muslim beralasan konsep Port of Rotterdam, Belanda, tak bisa diterapkan di Jakarta.

“Beda lingkungan, maka berbeda pula konsepnya. Begitu pula dengan supply and demand yang berbeda. Port of Rotterdam itu untuk seluruh Eropa. Sedangkan pelabuhan kita untuk memenuhi industri Cikarang saja. Jadi, konsep di satu lokasi tidak bisa diterapkan begitu saja di tempat lain,” kata Muslim ketika dihubungi dari Jakarta, Senin (28/9).

Dia menjelaskan bahwa Jakarta tidak layak menjadi pelabuhan utama. Sebab, lalu lintasnya melewati kota sehingga menyebabkan kemacetan. Tak hanya itu, pelabuhan saat ini (Tanjung Priok) hanya memiliki kedalaman 12 meter, akibatnya kapal besar tidak bisa masuk ke pelabuhan tersebut.

Karena itu, kalau pemerintah ingin membangun pelabuhan semacam itu, maka harus mengembangkan di daerah barat Jawa, misalnya Banjarnegara. Lokasinya bagus dan di luar Jakarta. Jika wilayah timur Jawa dibangun, itu akan menghancurkan penghidupan orang lain. “Daerah timur itu daerah subur. Kita akan kehilangan potensi sawah,” ucapnya.

Selama ini, tambah Muslim, pandangan pemerintah terhadap pembangunan itu salah. “Pelabuhan mengikuti perdagangan. Seharusnya industri itu mengikuti pelabuhan,” tegas Muslim. “Kalau tidak, maka terjadi kemacetan seperti Cikarang-Tanjung Priok.”

Selain itu, dia menambahkan, setiap pembangunan seharusnya tidak merusak ekologi dan lingkungan. Ini tidak hanya terkait pelabuhan, tapi pembangunan lainnya juga harus peduli terhadap lingkungan. Sebagian besar kebijakan-kebijakan pemerintah seolah tidak peduli dengan lingkungan. Contohnya, Ahok dan Presiden Joko Widodo memberi izin pembangunan giant sea wall alias tanggul raksasa di Teluk Jakarta.

Menurut Muslim, pembangunan Teluk Jakarta akan sangat berbahaya terhadap lingkungan sebab 13 sungai yang mengalir ke sana sudah tercemar. Salah satunya Kali Malang. Apalagi tanggul raksasa itu direncanakan sebagai sumber air bersih bagi warga Jakarta. Kalaupun pembangunan itu dilaksanakan, biaya operasionalnya sangat besar.

Seperti diketahui, Ahok mengajak T Pelindo II dan PT Pembangunan Jaya Ancol untuk bergabung membuat Port of Jakarta dari lima pulau reklamasi. Kelima pulau tersebut adalah Pulau N milik Pelindo II; Pulau O, P, dan Q milik Pemprov DKI Jakarta; serta Pulau M milik Ancol.

Menurut Ahok, ide kerja sama tersebut muncul setelah ia mengadakan kunjungan kerja ke Rotterdam yang juga diikuti oleh Direktur Utama Pelindo II R.J. Lino. Dia berencana membuat pelabuhan Jakarta dengan konsep yang sama dengan Port of Rotterdam. “Kenapa enggak kita gunakan Pulau M, N, O, P, Q hasil reklmasi menjadi Port of Jakarta?” kata Ahok.[*]

Reja Hidayat
Reja Hidayat
Reporter GeoTIMES.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.