Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta tengah memproses Rancangan Peraturan Daerah guna memuluskan pembangunan reklamasi di Teluk Jakarta. Dua peraturan itu adalah Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta Rencana Tata Ruang Pantai Utara Jakarta. Namun, munculnya dua rancangan peraturan tersebut dipertanyakan sejumlah kalangan.
“Ini memang agak aneh dan terkesan dipaksakan. Jika kita lihat, reklamasi di Teluk Jakarta saat ini sebagian sudah berjalan. Namun mengapa peraturan untuk pengaturan pembangunannya belum disahkan, bahkan masih dalam pembahasan,” kata Wakil Ketua Koalisi Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Niko Amrullah ketika dihubungi Geotimes di Jakarta, Selasa (1/3).
Dia menegaskan, nelayan yang berada di wilayah pesisir Jakarta pada prinsipnya menolak reklmasi. Pasalnya, adanya reklamasi membuat nelayan harus berlayar lebih jauh jika ingin mendapatkan ikan. Sementara kapal yang dimiliki nelayan tradisonal umumnya hanya berbobot 5 gross ton. Artinya, mereka hanya bisa mencari ikan sejauh 3 sampai 5 mil dari bibir pantai.
“Jika reklamasi terus dilanjutkan, akibatnya berdampak pada hilangnya mata pencaharian nelayan yang selama ini bergantung pada hasil tangkapan ikan. Hal ini dapat dikatakan sebagai upaya perampasan hak hidup masyarakat yang berada di wilayah pesisir, khususnya nelayan,” ujarnya.
Selain itu, Niko juga mempertanyakan sikap DPRD dan Pemprov DKI yang terus ngotot untuk mengesahkan dua rancangan peraturan tersebut. Selain tidak mendengarkan aspirasi masyarakat terkena dampak, DPRD dan Pemprov DKI dinilai mengabaikan proses hukum yang masih berlangsung di pengadilan. Sampai saat ini gugatan dari masyarakat atas pembangunan reklamasi yang sudah berjalan masih berlangsung di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Timur.
Pengamat kebijakan anggaran dari Budgeting Metropolis Watch, Amir Hamzah, menduga ada permainan dalam meloloskan rancangan peraturan ihwal reklamasi Teluk Jakarta. Pasalnya, Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil itu dipersiapkan secara diam-diam, yakni di tengah masa reses. Celakanya, peraturan ini nantinya bakal menentukan lokasi-lokasi proyek pembangunan reklamasi.
“Bukan tidak mungkin ada kongkalikong antara DPRD dengan pihak Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Salah satunya kemungkinan adanya isu kucuran dana alias suap dari para pengembang untuk meloloskan Raperda tersebut menjadi Perda,” katanya.
Apalagi isu adanya suap sudah lama berembus melalui pernyataan mantan Sekretaris DPD Partai Demokrat, Irfan Gani. Para pimpinan dewan disebut Irfan sudah menerima sejumlah uang untuk meloloskan rancangan peraturan terkait zonasi reklamasi. Suap tersebut datang dari salah satu perusahaan pengembang yang mengerjakan proyek reklamasi. Setelah ada kucuran dana itu, kata Irfan, pengesahan Raperda Zonasi bakal mulus dan tidak berjalan alot.
Seperti diketahui, proyek raksasa pembangunan reklamasi Teluk Jakarta dikelola oleh PT Muara Wisesa Samudra. Perusahaan ini merupakan anak usaha dari Agung Podomoro Group.