Warga pesisir nelayan Muara Angke menolak dua Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Provinsi DKI Jakarta yang akan segera disahkan. Dua peraturan itu adalah tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan Rencana Tata Ruang Pantai Utara Jakarta. Penolakan itu dilakukan warga karena dinilai bakal berdampak pada semakin masifnya pembangunan proyek reklamasi di Teluk Jakarta.
“Atas nama nelayan, kami menolak keras reklamasi Teluk Jakarta. Ini sudah harga mati. Tidak bisa ditawar lagi. Reklamasi hanya menguntungkan pengusaha-pengusaha besar, bukan nelayan,” kata Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Kesatuan Nelayan Tradisonal Indonesia M Taher ketika ditemui di depan Gedung DPRD Provinsi DKI, Selasa (1/3).
Menurut dia, kedua rancangan peraturan itu hanya sebagai upaya DPRD dan Pemprov DKI memuluskan proyek reklamasi di Teluk Jakarta, namun mengesampingkan persoalan dampaknya bagi nelayan. Padahal, yang merasakan dampaknya secara langsung adalah nelayan yang berada di wilayah tersebut. Mereka dapat dipastikan bakal kehilangan mata pencahariannya sehari-hari. Selain itu, ancaman lainnya dari aspek lingkungan yang akan menyebabkan semakin tercemarnya kondisi laut di Jakarta.
“Ambisi DPRD dan Pemprov DKI Jakarta itu hanya untuk meraup untung dari pengusaha pada proyek reklamasi. Ambisi itu telah menjadikan mereka menutup mata terhadap fakta-fakta dampak negatif reklamasi yang diperlihatkan para ahli selama ini. Mereka juga menutup telinganya dari penolakan yang disuarakan oleh rakyat Teluk Jakarta,” tuturnya.
Taher menyayangkan sikap DPRD dan Pemrpov DKI yang kerap mengabaikan sikap penolakan warga. Bahkan dalam proses pembahasan kedua rancangan peraturan tersebut, DPRD dinilai telah ingkar janji. Klaim DPRD bahwa proses pembahasan secara terbuka dan dapat diikuti siapa pun disebutnya hanya basa-basi. Yang terjadi justru masyarakat sangat sulit mengakses untuk mengetahui isi rancangan peraturan tersebut.
“Tidak ada ruang bagi masyarakat untuk bisa menyuarakan pendapatnya sekaligus mengkritisinya,” tuturnya. “Yang ada justru nelayan dipaksa alih profesi untuk menjadi miskin dan melayani kepentingan pengusaha. Apalagi muncul rencana relokasi untuk menggusur warga dari ruang kehidupan dan penghidupannya”
DPRD DKI Jakarta memang tengah menggodok Rancangan Peraturan Daerah tentang reklamasi di kawasan Teluk Jakarta. DPRD menyatakan peraturan itu disusun sebagai payung hukum bagi pengembang dalam upaya pengaturan pembangunan reklamasi. Adapun sidang paripurna DPRD DKI yang diagendakan hari ini untuk membahas tentang pengesahan peraturan tersebut dibatalkan.
Seperti diketahui, reklamasi Pantai Utara Jakarta dilakukan berdasar pada Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Kemudian, Pemerintah Provinsi DKI menindaklanjuti Keppres dengan menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Tata Ruang Kawasan Pantai Utara Jakarta.
Selanjutnya, teknis reklamasi berupa ketentuan pembuatan daratan baru dijelaskan dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur (Jakarta, Bogor, Depok, Puncak, Cianjur). Proyek Reklamasi Utara Jakarta sendiri mencakup 17 pulau dengan total seluas 5.100 hektare.