Survei nasional Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menunjukkan 23% warga tidak percaya bahwa vaksin Covid-19 yang akan disediakan pemerintah aman bagi kesehatan penggunanya. Yang percaya bahwa vaksin tersebut aman mencapai 56%, sementara yang tidak bersikap 20%.
Hal ini disampaikan Manajer Kebijakan Publik SMRC, Tati Wardi, pada rilis daring survei nasional SMRC bertajuk “Kepercayaan Publik Nasional pada Vaksin dan Vaksinasi Covid-19” pada 22 Desember 2020 di Jakarta. Survei nasional SMRC dilakukan pada 16–19 Desember 2020 melalui wawancara per telepon kepada 1202 responden yang dipilih secara acak (random). Margin of error survei diperkirakan +/-2.9%.
Menurut Tati, walau terlihat bahwa persentase mereka yang percaya bahwa vaksin aman jauh lebih besar daripada yang berpandangan sebaliknya, tapi ada tanda-tanda penurunan tingkat kepercayaan. “Survei nasional kami pada awal Desember 2020 menunjukkan tingkat kepercayaan bahwa vaksin dari pemerintah aman mencapai 66%,” ujar Tati. “Jadi kalau sekarang hanya 56% yang menganggap aman, itu menunjukkan adanya penurunan.”
Sejalan dengan itu, survei SMRC juga menunjukkan bahwa dibandingkan dua minggu sebelumnya, persentase warga yang percaya/sangat percaya bahwa vaksin dari pemerintah mampu membuat imun penggunanya mengalami penurunan. “Tingkat kepercayaan bahwa vaksin dari pemerintah efektif membuat imun penggunanya menurun dari 65% pada survei awal Desember 2020 menjadi 55% dalam survei terbaru ini,” ujar Tati.
Menurut Tati lagi, kepercayaan pada tingkat keamanan vaksin mempengaruhi kesediaan warga untuk divaksin. Survei SMRC ini menunjukkan bahwa 57% warga yang percaya vaksin Covid-19 aman menyatakan bersedia mengikuti vaksinasi, sementara 11% warga yang tidak percaya vaksin Covid 19 aman menyatakan bersedia.
“Jadi semakin tinggi kepercayaan bahwa vaksin ini aman,” ujar Tati, “akan semakin tinggi pula kesediaan untuk mengikuti vaksinasi.”
Begitu juga kepercayaan pada kemampuan vaksin membuat imun mempengaruhi kesediaan warga untuk divaksin. Survei SMRC ini menunjukkan bahwa 58% warga yang percaya vaksin Covid-19 membuat imun menyatakan bersedia mengikuti vaksinasi, sementara hanya 8% warga yang tidak percaya vaksin Covid 19 membuat imun menyatakan bersedia.
“Jadi semakin tinggi kepercayaan bahwa vaksi ini bisa membuat imun,” ujar Tati, “akan semakin tinggi pula kesediaan untuk mengikuti vaksinasi.”
Survei juga menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan warga pada efektivitas vaksin untuk melindungi diri penggunanya tidak terpengaruh oleh negara asal vaksin.
Mayoritas warga nampak menaruh harapan pada kedatangan vaksin Covid-19. Survei SMRC menunjukkan bahwa 61% warga tahu kedatangan vaksin COVID-19 buatan Sinovac sebanyak 1,2 juta dosis pada hari Minggu, 6 Desember 2020. Dari yang tahu, 79% suka dengan berita tersebut dan 12% tidak suka.
Namun warga terbelah dalam menilai vaksin Covid-19 yang diimpor dari Inggris, AS, RRC, dan Jerman. Sekitar sepertiga percaya bahwa vaksin itu aman dan membuat imun, sepertiga tidak percaya, dan sepertiga lainnya tidak dapat dapat memberi penilaian. “Tingkat kepercayaan publik terhadap vaksin dari keempat negara tersebut tidak berbeda signfikan,” ujar tati.
Tati menekankan hasil survei yang menunjukkan bahwa mayoritas warga belum mantap mau divaksin, nampaknya terkait dengan persepsi warga tentang keamanan dan efektivitas vaksin.
“Keamanan dan efektivitas vaksin adalah faktor penting yang dipertimbangkan warga untuk melakukan vaksinasi,” ujar Tati. “Karena itu, sosialisasi bahwa vaksin itu aman dan efektif, bersama sosialisasi bahwa Covid-19 makin mengancam, harus terus ditingkatkan pemerintah.”
“Utamakan otoritas kesehatan, seperti dokter, untuk melakukan penerangan ini,” ujar Tati. “Survei SMRC menunjukkan 71.5% warga menganggap dokter adalah sosok yang paling bisa dipercaya untuk menjelaskan pencegahan Covid-19.”