Mari kita selami pertanyaan mendasar yang selalu membuat penasaran: Apa ketakutan terbesar yang menghantui pikiran para arsitek kekuasaan global? Apakah itu mimpi buruk tentang kudeta, kehilangan pengaruh geopolitik, atau sekadar hilangnya kendali total yang telah mereka kumpulkan?
Jawabannya—yang sungguh mengejutkan—secara tidak sengaja terungkap dalam bisikan rahasia, terekam oleh mikrofon yang menyala tanpa disadari di Beijing. Bayangkan panggungnya: karpet merah yang mewah, sorotan kamera, dan tiga tokoh paling berpengaruh yang pernah ada, berjalan berdampingan. Mereka adalah Presiden Rusia Vladimir Putin, Presiden Tiongkok Xi Jinping, dan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un.
Ketiga pria ini, yang masing-masing memimpin pasukan militer, mengendalikan raksasa ekonomi, dan memiliki kendali atas gudang senjata nuklir, tampak tak tertembus. Namun, apa yang mereka bisikkan di tengah kemegahan itu? Bukan strategi perang atau perundingan ekonomi, melainkan obsesi kuno yang disamarkan dalam bahasa sains modern: Keabadian.
Presiden Putin membuka pembicaraan, menyuarakan visi futuristik di mana organ manusia dapat diganti secara terus-menerus, mengisyaratkan masa depan di mana kematian hanyalah sebuah kegagalan teknis. Presiden Xi Jinping kemudian menimpali dengan prediksi yang lebih ambisius, menyatakan bahwa manusia mungkin akan segera mencapai usia 150 tahun. Kim Jong-un, meskipun diam, membalas dengan senyum penuh misteri.
Momen tersebut memunculkan pertanyaan kritis: Apakah pertukaran ini hanya basa-basi canggung di antara para diktator? Atau, lebih penting lagi, apakah ini adalah retakan nyata pada baju zirah mereka—sebuah pengakuan bahwa prospek keabadian, atau ketiadaannya, adalah satu-satunya hal yang benar-benar membuat para pemimpin paling berkuasa di dunia ini tidak bisa tidur nyenyak di malam hari?
Menariknya, kecemasan ini tidak terbatas hanya pada para kepala negara. Obsesi untuk menipu biologi telah merasuk jauh ke dalam lapisan elite global, menjangkau para miliarder teknologi dan CEO India yang ambisius. Baru-baru ini, perhatian publik beralih kepada Goyal, pendiri dan CEO merek ternama seperti Zomato dan Blinkit.
Dia tertangkap kamera mengenakan perangkat kecil—seukuran kacang jeli—yang mencolok, tertempel langsung di pelipisnya. Sontak, internet meledak. Gambar-gambarnya menjadi viral, memicu rentetan meme dan spekulasi liar.
Apakah itu perangkat biohacking canggih yang dirancang untuk memperpanjang hidup? Atau hanya headset Bluetooth yang terlalu rumit? Dunia online dengan cepat mencoba menguraikan misteri sensor aneh ini, menggarisbawahi betapa terobsesinya kaum elite ini untuk mengungguli batas-batas biologis kita.
Misteri sensor berbentuk kacang jeli itu akhirnya terurai, dan kebenarannya jauh lebih radikal daripada sekadar biohacking atau Bluetooth. Goyal, sang visioner di baliknya, mengungkapkan bahwa itu adalah inti dari eksperimen perintis: sebuah perangkat yang dirancang untuk melacak aliran darah otak secara real-time. Tujuannya? Untuk menguji sebuah teori yang begitu eksentrik, ia terdengar seperti langsung keluar dari fiksi ilmiah.
Goyal secara serius mengejar hipotesis yang mengejutkan: Bagaimana jika musuh terbesar kita bukanlah waktu, melainkan gravitasi itu sendiri?
Premisnya cerdas namun mengganggu. Sebagai manusia, kita menghabiskan hidup kita dalam posisi tegak, melawan tarikan konstan bumi. Dalam perjuangan sehari-hari ini, darah harus bekerja keras untuk mencapai wilayah vital otak. Akibatnya, area kritis di otak menerima perfusi—aliran darah—yang sedikit berkurang. Selama berpuluh-puluh tahun, tekanan kumulatif dan kekurangan mikroskopis ini dapat mempercepat proses penuaan, seperti erosi yang tak terlihat.
Untuk memvalidasi teori yang berani ini, Goyal tidak hanya berteori; dia bertindak. Dia membantu menciptakan Temple—sesuai namanya, alat mungil dan dapat dikenakan yang diposisikan secara strategis di dekat pelipis untuk terus-menerus memantau sirkulasi darah serebral. Ia telah menjadi subjek uji coba utamanya sendiri, mengenakan perangkat itu selama setahun penuh.
Komitmennya meluas jauh melampaui alat yang dapat dikenakan itu. Ia telah mendirikan usaha penelitian baru, Continue Research, dan tanpa ragu menjanjikan $25 juta dari kekayaan pribadinya untuk menggali “mekanisme hulu penuaan.” Ini bukan investasi biasa; ini adalah pertaruhan besar yang didanai sendiri dalam upaya menantang waktu.
Meskipun hasil akhirnya masih jauh dari pasti—apakah Temple akan memberikan wawasan terobosan atau hanya menjadi catatan kaki yang menarik—satu hal yang jelas: Goyal adalah bagian dari gelombang elite global. Ini adalah tren yang tidak hanya populer, tetapi juga menjadi sebuah filosofi di kalangan miliarder teknologi dan CEO.
Bagi para elite di Silicon Valley, kematian telah didefinisikan ulang. Kematian bukanlah takdir kosmis yang tak terhindarkan; itu hanyalah bug (kesalahan) dalam kode biologis. Dan apa yang Anda lakukan dengan bug? Anda tidak menerimanya. Anda menerapkan keahlian Anda yang paling terasah: Anda memperbaikinya, Anda menambalnya dengan pembaruan, atau, dalam langkah yang paling radikal, Anda mencoba merombak seluruh sistem operasi biologis manusia. Ini adalah mentalitas rekayasa yang kini diterapkan pada kehidupan itu sendiri.
Untuk memahami seberapa serius para mogul ini menganggap pertempuran melawan penuaan, kita harus melihat jumlah uang yang mereka gelontorkan ke dalamnya. Ini bukanlah sekadar hobi filantropi kecil; ini adalah dana perang yang masif. Dalam seperempat abad terakhir saja, para raksasa teknologi telah menyalurkan dana yang mencengangkan, yaitu lebih dari $5 miliar, ke dalam berbagai perusahaan rintisan dan inisiatif anti-penuaan. Jika kita menyertakan seluruh ekosistem proyek yang lebih kecil dan dana venture pribadi, total angka yang diproyeksikan bisa melonjak jauh melampaui $12 miliar—sebuah komitmen finansial yang menunjukkan bahwa mereka tidak akan mundur.
Para pemainnya adalah nama-nama paling transformatif dalam sejarah teknologi modern, masing-masing mempertaruhkan sebagian kecil dari kerajaan mereka dalam upaya menguasai biologi. Ambil contoh Sam Altman, CEO OpenAI, yang telah menginvestasikan $180 juta ke dalam Retrobiosciences, sebuah startup yang ambisius. Tujuannya adalah memprogram ulang sel-sel manusia di tingkat fundamental, dengan janji eksplisit untuk menambah satu dekade penuh—10 tahun—ke rentang hidup manusia.
Daftar para dermawan abadi berlanjut. Peter Thiel, salah satu pendiri PayPal, telah menghabiskan jutaan dolar pribadinya untuk membiayai penelitian panjang umur yang berani. Larry Ellison, salah satu pendiri Oracle, mendirikan Ellison Medical Foundation sebagai wadah khusus untuk mendanai penelitian cara-cara mengalahkan kematian. Bahkan pendiri Google, Larry Page, meluncurkan California Life Company (Calico) semata-mata untuk mempelajari misteri penuaan, sementara Jeff Bezos, pendiri Amazon, juga menjadi pendukung utama penelitian sejenis.
Jelas, inti dari semua upaya ini adalah satu: mengalahkan kematian.
Para elite ini bahkan telah menciptakan istilah baru untuk mendefinisikan tujuan mereka yang diperbarui: Amortality. Ini bukan immortality (keabadian) yang mistis dan tanpa akhir, tetapi sebuah konsep yang lebih praktis dan berorientasi teknologi. Amortality berarti mencapai keadaan di mana seseorang tetap cukup muda secara biologis untuk berfungsi secara efektif tanpa batas waktu, dengan penuaan yang diperlambat atau dihentikan melalui intervensi medis dan teknologi.
Namun, terlepas dari miliaran yang dipertaruhkan, kenyataannya adalah perjuangan ini masih penuh ketidakpastian. Bidang panjang umur adalah lanskap yang penuh dengan kegagalan yang spektakuler. Banyak startup yang menjanjikan telah runtuh, dan obat-obatan yang tampaknya revolusioner telah gagal dalam uji klinis karena efek samping yang tidak terduga. Ini adalah medan yang memadukan sains terdepan dengan spekulasi liar.
Para peneliti sejati dengan hati-hati mengingatkan para miliarder yang bersemangat ini: Penuaan bukanlah proses tunggal yang dapat dipicu atau dimatikan oleh satu tombol ajaib. Sebaliknya, penuaan adalah simfoni yang kompleks dari ratusan proses biologis yang terjalin erat, yang tidak mudah direduksi menjadi satu “bug” yang bisa diperbaiki.
Meskipun demikian, realitas ilmiah ini tidak mampu meredam semangat mereka. Mungkin inti sejati dari pencarian ini melampaui biologi; ini adalah perjuangan eksistensial melawan satu-satunya kekuatan yang tidak dapat dikendalikan atau dibeli oleh kekuasaan tertinggi di dunia ini: kematian.
Akankah kekayaan dan teknologi mereka benar-benar mengalahkan penuaan? Kita tidak punya jawabannya. Tetapi satu hal yang pasti: dengan suntikan modal dan ambisi sebesar ini, perlombaan untuk mengalahkan waktu telah resmi dimulai.
