Menjadi seseorang yang harus bertugas setiap hari dengan menawarkan jasa mengangkat barang penumpang dari ruang tunggu hingga ke dalam kereta merupakan pekerjaan yang setiap hari bagi porter kereta api, dengan tidak mendapatkan gaji pokok ataupun tunjangan-tunjangan tertentu, porter kereta api bergulat dengan bayaran seikhlasnya dari penumpang yang terbantu dengan kehadiran porter.
Haruskan porter mendapatkan gaji pokok? Pada Undang-undang no. 6 tahun 2023 sendiri menyatakan bahwa pengusaha wajib memberikan hak-hak kepada pegawainya, yang meliputi: upah minimum, skala upah yang didapatkan pekerja, upah lembur, hingga ke upah pegawai yang tidak melaksanakan pekerjaan yang disebabkan oleh hal-hal tertentu, tertuang juga pada peraturan yang sama, pengusaha wajib menetukan jam kerja dari pegawainya dengan paling sedikit 7 jam kerja plus 1 jam istirahat dan paling maksimal di 8 jam kerja plus 1 jam istirahat dalam jangka waktu 5 hari kerja.
Pertanyaan selanjutnya yang menarik perhatian mengenai porter sendiri, adalah “apakah porter termasuk dalam struktur perusahaan KAI?”, pada nyatanya porter sendiri tidak masuk kedalam struktur tersebut, sehingga bisa dikata pekerjaan porter merupakan pekerjaan lepas yang dilaksanakan oleh orang-orang yang sukarela akan dibayar berapa pun, dan beban upah sendiri tidak ditanggung oleh pihak KAI, namun ditanggung oleh para penumpang KAI yang ingin menggunakan jasa porter. Tapi, ada pertanyaan menarik selanjutnya, “KAI sebagai wadah yang mewadahi pekerjaan porter, haruskan menambahkan ke daftar anggaran tahunan mereka, untuk bisa memberi upah stabil kepada porter?”
KAI memberikan beberapa sarana yang diberikan oleh porter, seperti pembinaan dan juga seragam untuk bisa menyelaraskan pekerjaan porter dengan penumpang. hal pemberian seragam dan pembinaan dirasa sudah cukup oleh KAI kepada porter.
Tapi, walaupun sudah memberikan beberapa sarana yang telah disebutkan sebelumnya, seharusnya porter berhak juga mendapatkan upah stabil setiap bulannya dari KAI, mengingat jasa porter dilingkungan stasiun menolong daripada staff-staff stasiun yang memang tidak memiliki waktu untuk bisa melakukan pekerjaan kasar, seperti porter kepada penumpang.
Hal itu juga tertuang pada KEPMENAKER No.100 Tahun 2004 pada pasal 10 ayat 3 yang menyatakan pengusaha yang memberikan pekerjaan lepas kepada seseorang yang mana jangka waktunya melebihi dari waktu 3 bulan, maka seseorang tersebut berhak mendapatkan kontrak PKWTT (Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu) dan juga di pasal 12 ayat 2 menjelaskan bahwa seseorang yang tercangkup pada pasal 10 juga mendapatkan hak berupa besaran upah yang sesuai ataupun sepadan.
Hal ini menjadikan bahwa porter yang memang sudah bekerja selama lebih dari 3 bulan, berhak mendapatkan kontrak secara langsung dari KAI untuk bisa mendapatkan hak-hak mereka terutama pada upah setiap bulannya, namun dengan menggaris bawahi dengan adanya kesepakatan tertulis antara dengan pihak KAI dan juga porter, maka sehingga KEPMENAKER (Keputusan Menteri Ketenagakerjaan) No.100 tahun 2004 bisa berlaku.
Solusi yang bisa diberikan kepada KAI mengenai porter-porter yang sudah tidak bisa dihitung jari jumlahnya yang berada pada stasiun-stasiun kereta, seharusnya KAI mengadakan rekrutmen lanjutan terhadap porter yang sudah bertugas di stasiun pada jangka waktu yang lama, sehingga bisa menimbang nantinya diadakannya kebijakan mengenai porter yang mendapatkan upah yang sepadan, dan tidak selalu bergantung kepada penumpang dengan bayaran seikhlasnya.
Oleh sebab itu, adanya hubungan yang mutualisme antara KAI dan juga porter akan terbangun dan juga KAI akan selalu tertolong dengan adanya pekerja lepas yang mau mengerjakan pekerjaan kasar pada wilayah kewenanangan KAI, yaitu stasiun.