Selasa, Juni 10, 2025

Pancasila di Persimpangan Zaman: Tetap Jadi Akar Kehidupan?

Ratu Putri Rinjani
Ratu Putri Rinjani
Mahasiswa Universitas Internasional Semen Indonesia prodi Teknik Kimia yang tertarik terjun dalam dunia literasi, baca dan tulis. "membaca, membuka jendela dunia"
- Advertisement -

Memasuki 80 tahun Indonesia merdeka, 80 tahun pula Pancasila memegang peran utama sebagai dasar negara begitupun seterusnya. Kedudukan Pancasila yang istimewa sebagai “sumber dari segala sumber hukum” yang terbentuk di Indonesia, Pancasila tidak hanya sekadar lima dasar yang menjadi dasar atas segala peraturan tata pemerintahan.

Indonesia, sebagai negara kesatuan yang terbentuk atas penyatuan ribuan keberagaman, semua komponen manusia, adat, dan alamnya dari Sabang sampai Merauke merupakan wujud nyata kedudukan Pancasila yang sebenarnya. Atas hasil peleburan buah pikir dari para pendiri bangsa, Pancasila terlahir sebagai dasar negara yang mendasari seluruh aspek kehidupan bangsa dan negara Indonesia tanpa memandang dari mana dia berasal. Pancasila berdiri kokoh sebagai pedoman bagi semua masyarakat Indonesia dari dulu, kini, dan nanti.

Hal demikian menjadi tantangan bagi Indonesia tentang bagaimana merawat Pancasila di era persimpangan zaman? Mungkin kita sebagai masyarakat masih terngiang-ngiang bagaimana Pancasila ini kita aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dan dikategorikan sebagai bentuk merawat Pancasila untuk merawat Indonesia.

Pada sejatinya, lima dasar yang terbentuk dalam Pancasila dilatarbelakangi oleh adat istiadat, nilai-nilai budaya, agama, dan pandangan hidup bangsa Indonesia yang menjadi jati diri sekaligus identitas nasional. Secara garis besarnya, peranan Pancasila di Indonesia mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara yang mencakup di berbagai bidang kehidupan, di antaranya sebagai pemersatu bangsa.

Melihat perkembangan zaman yang signifikan di era yang sudah kita sebut sebagai era digital, krusial rasanya menanyakan kedudukan Pancasila apakah tetap dijadikan sebagai akar kehidupan atau sudah terlupakan? Dengan lantang, Indonesia pasti akan menjawab “tetap dijadikannya sebagai akar kehidupan”. Hal demikian menjadi kewajiban bagi kita, seluruh masyarakat Indonesia untuk tidak melupakan nilai-nilai Pancasila di persimpangan zaman saat ini dan seterusnya.

Arus dunia yang bergerak cepat menuju era yang saat ini sudah disebut digitalisasi ditandai oleh kecanggihan teknologi yang bisa menjadi pisau bermata dua. Derasnya arus informasi, dan terbukanya akses budaya asing yang begitu luas dari berbagai penjuru dunia justru bisa mengancam kehidupan berbangsa jika kita lengah dan abai dengan nilai-nilai Pancasila.

Dalam situasi ini Pancasila berada dalam posisi persimpangan vital, akankah tetap dilestarikan atau perlahan tergerus oleh perkembangan zaman bagi generasi saat ini. Sejatinya, tantangan terbesar Pancasila ini bukan ada pada kekuatan hukumnya, akan tetapi dari manusia itu sendiri.

Tentang sejauh mana nilai-nilai dalam Pancasila tidak hanya dinobatkan sebagai simbol belaka, namun diimplementasikan dalam bentuk nyata di kehidupan sehari-hari. Ketika sila pertama berbicara tentang ketuhanan, akankah nilai tersebut tetap menjadi landasan moral dalam pengambilan keputusan pribadi dan juga publik? Mungkin itu terlalu jauh, bisa saja dicontohkan dari sila pertama, tentang bagaimana kita tidak saling mengejek satu sama lain, bisa saling toleransi adalah poin yang sudah menjadi bentuk nyata implementasi sila pertama.

Selanjutnya, ketika sila kedua menuntut adanya kemanusiaan yang adil dan beradab, mengapa kita masih melihat banyak ketimpangan sosial dan ketidakadilan yang terjadi hingga saat ini? Pertanyaan-pertanyaan tersebut muncul dari bagaimana kita melihat dan menilai apa yang saat ini masih terjadi.

Ruang-ruang digital yang banyak mengandung polarisasi, ujaran kebencian, hoaks, dan intoleransi adalah bentuk tantangan yang tak nampak, namun berpengaruh vital bagi kehidupan. Fenomena tersebut bisa dikatakan bertolak belakang dengan sila ketiga yakni Persatuan Indonesia. Ketika media sosial saat ini menjadi konsumsi harian masyarakat sekaligus panggung utama interaksi masyarakat, perlahan-lahan nilai kekeluargaan dan semangat bergotong-royong yang tercermin dalam sila keempat semakin memudar yang posisinya diambil alih oleh sifat individualisme.

- Advertisement -

Tentu kita berharap bahwa Pancasila tidak hanya sekadar menjadi slogan yang dilafalkan saat upacara hari senin, namun menjadi pelita yang benar-benar dihidupkan dalam sifat dan perbuatan kita sehari-hari. Lihatlah sebentar ke masa lampau, di saat-saat genting mereka, para pendiri bangsa merumuskan Pancasila dengan harapan bukan menjadi pajangan, namun jadi pedoman kehidupan menuntun kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan yang dicita-citakan.

Sejenak, bertanyalah pada diri sendiri, apakah kita sudah benar-benar menerapkan Pancasila hingga saat ini? Apakah Pancasila masih relevan dengan zaman sekarang? Jawabannya berada pada kesadaran masing-masing. Bagaimana cara kita mengenal dan menginternalisasi Pancasila dalam kehidupan. Pendidikan Pancasila yang mungkin bersifat teoritis tidak cukup menyentuh makna filosofis dan aplikatif dari setiap sila.

Dengan itu, setidaknya kita tahu apa saja lima dasar itu dan dihayati dari setiap kalimatnya. Sejatinya, kita melihat nilai-nilai itu masih diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, baik dengan cara kita mengingatkan teman untuk beribadah, saling toleransi, mengetahui hak dan kewajibannya masing-masing, tidak membeda-bedakan setiap orang, menjujung tinggi nilai demokrasi, dan bersikap adil terhadap satu sama lain.

Menjadi kewajiban kita para generasi muda yang harus adaptif dengan perkembangan zaman dengan menggandeng Pancasila. Pancasila tidak pernah tertinggal zaman karena ia bersifat dinamis yang mengikuti perkembangan zaman. Pancasila pun tidak akan terasa usang, melainkan ia menjadi bagian dari napas kehidupan saat ini dan seterusnya.

Nilai-nilai Pancasila yang universal ini lahir dari sifat asli budaya Indonesia dan untuk Indonesia. Berdirinya Pancasila ini menguatkan karakter bangsa dan menjadi jati diri bangsa yang membedakan Indonesia dengan bangsa yang lain. Secara garis besarnya lagi, Pancasila bisa menjadi kontribusi bagi dunia. Nilai-nilainya yang mengedepankan sisi kemanusiaan, keadilan, dan perdamaian sangat relevan dalam membangun diplomasi yang beradab sekaligus menjunjung hak asasi manusia.

Di sisi itu, lihatlah dalam diri masing-masing sebagai warga negara, begitu luasnya nilai Pancasila yang bukan hanya sekadar simbol, namun panduan hidup yang baik. Kita perlu menanamkan keyakinan bahwa Pancasila ini menyatukan kita semua, membentuk karakter pribadi yang baik dengan nilai-nilai moralnya yang menuntun semua aspek kehidupan, baik dari rumah, sekolah, lingkungan masyarakat, dan ruang digital.

Masa depan Pancasila ada pada masyarakatnya, di tangan kita semua. Zaman tidak akan menguasai manusia, melainkan manusialah yang seharusnya menguasai zaman dengan berpedoman pada nilai-nilai dasarnya. Selama kita terus menjaga semangat Pancasila, baik dalam pikiran, ucapan, dan perbuatan maka ia akan tetap menjadi akar kehidupan yang tidak terlupakan. Karena pada tujuannya, merawat Pancasila juga merawat Indonesia.

Ratu Putri Rinjani
Ratu Putri Rinjani
Mahasiswa Universitas Internasional Semen Indonesia prodi Teknik Kimia yang tertarik terjun dalam dunia literasi, baca dan tulis. "membaca, membuka jendela dunia"
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.