Di tengah pesatnya perkembangan teknologi dan media sosial, pola konsumsi masyarakat mengalami perubahan yang signifikan. Kehadiran influencer digital, dengan jutaan pengikut di berbagai platform, tidak hanya menjadi tren, tetapi juga kekuatan besar dalam dunia pemasaran modern. Melalui konten yang kreatif dan sering kali menampilkan gaya hidup yang ideal, influencer mampu membentuk preferensi dan perilaku belanja masyarakat.
Tak jarang, produk yang mereka gunakan atau rekomendasikan menjadi incaran banyak orang, bahkan membentuk pola konsumsi yang lebih impulsif. Laporan dari Impact.com dan Cube Asia menyebutkan bahwa 88% konsumen Indonesia membeli produk berdasarkan rekomendasi influencer. Produk kecantikan dan fashion menjadi kategori yang paling banyak dibeli. Pernahkah kalian tanpa sadar membeli barang hanya karena melihat influencer favorit kalian menggunakannya? Fenomena ini menandai lahirnya tren konsumtif baru, di mana keputusan membeli bukan lagi semata-mata soal kebutuhan, melainkan juga soal citra diri dan gaya hidup.
Influencer Digital dan Perannya dalam Era Media Sosial
Influencer adalah individu yang mampu memengaruhi perilaku orang lain melalui popularitas dan kedekatan yang dibangun di platform digital. Dengan jumlah pengikut besar dan interaksi tinggi, mereka menjadi penghubung efektif antara brand dan konsumen.
Tak hanya membagikan kehidupan pribadi, mereka juga merekomendasikan produk dan gaya hidup yang memengaruhi preferensi audiens. Di era digital, kedekatan virtual yang mereka tawarkan membangun kepercayaan, menjadikan opini mereka berpengaruh besar terhadap keputusan konsumsi.
Tak heran, banyak perusahaan besar hingga bisnis kecil berlomba-lombaa menggandeng influencer untuk memperluas jangkauan pemasaran mereka.
Bagaimana Influencer Membentuk Tren Konsumtif
Influencer membentuk hubungan emosional dengan pengikut lewat konten personal dan autentik, sehingga rekomendasi mereka terasa seperti saran teman, bukan iklan. Karena itu, kepercayaan audiens terhadap mereka sering kali lebih tinggi daripada terhadap iklan biasa.
Hal ini mendorong konsumsi impulsif, saat influencer menampilkan produk baru, pengikut terdorong untuk ikut membeli tanpa pertimbangan kebutuhan. Algoritma media sosial pun memperkuat dorongan ini dengan terus menampilkan konten serupa yang bersifat promosi halus namun efektif.
Dampak Positif dan Negatif Tren Konsumtif oleh Influencer Digital di Indonesia
- Pertumbuhan Industri Pemasaran Digital
Influencer marketing di Indonesia berkembang pesat, nilai industri influencer marketing di Indonesia diperkirakan mencapai sekitar Rp14 Triliun pada tahun 2022. Ini membuka peluang bagi bisnis lokal dan UMKM untuk menjangkau pasar lebih luas secara efisien.
- Peluang Ekonomi Baru
Profesi influencer kian diminati, 49% responden mengaku mendapatkan uang dari akun mereka, ini menciptakan peluang ekonomi baru.
- Akses Informasi Produk
Rekomendasi influencer membantu konsumen lebih yakin saat membeli. Survei Nielsen (2022) menunjukkan 61% konsumen Indonesia memilih produk yang direkomendasikan influencer yang mereka ikuti.
Dampak Negatif :
- Pembelian Impulsif
Banyak konsumen membeli produk hanya karena terpengaruh promosi influencer. Pengguna Indonesia juga banyak melakukan pembelian spontan di luar daftar belanja, biasanya mereka menyebutnya sebagai bentuk apresiasi untuk diri sendiri (Self-Reward).
- Tekanan Sosial (FOMO)
Konsumen membeli produk demi terlihat ‘’up-to-date’’ di media sosial, FOMO atau ‘’Fear of Missing Out’’ (ketakutan ketinggalan) akibat pengaruh influencer bisa memicu perilaku konsumtif, bahkan membeli barang yang tidak dibutuhkan.
- Dampak Finansial
Tren konsumtif ini dapat mengganggu keuangan pribadi, terutama pada milenial dan Gen Z. Dari mereka menghabiskan lebih banyak uang untuk produk yang dipromosikan di media sosial.
Upaya Menuju Konsumsi yang Lebih Bijak
Di tengah kuatnya pengaruh influencer digital, konsumen perlu bersikap lebih bijak dalam berbelanja. Beberapa Langkah berikut yang dapat membantu:
1. Meningkatkan Literasi Digital
Banyak konten di media sosial dirancang untuk memengaruhi pembelian. Pentingnya peningkatan literasi digital agar konsumen lebih kritis dalam menilai konten yang mereka terima. Pengguna Indonesia belum sadar bahwa rekomendasi influencer sering kali bagian dari strategis pemasaran.
2. Menggunakan Fitur Filter dan Anggaran
Platform seperti Tokopedia dan Bukalapak menyediakan fitur filter harga dan kategori, yang bisa membantu konsumen tetap berbelanja sesuai kebutuhan dan anggaran.
3. Mengikuti Influencer yang Bertanggung Jawab
Pilih influencer yang mendorong belanja bijak dan mendukung produk berkelanjutan.
4. Membatasi Waktu di Media Sosial
Penggunaan berlebihan meningkatkan risiko terpapar promosi impulsif, rata-rata orang Indonesia menghabiskan 3,5 jam per hari di media sosial. Mengatur waktu bisa membantu mengendalikan dorongan konsumtif.
Sudah Saatnya Jadi Konsumen yang Cerdas
Tren konsumtif yang dibentuk oleh influencer digital telah mengubah perilaku belanja masyarakat. Meski membuka banyak peluang, tren ini juga menghadirkan tantangan dalam bentuk tekanan sosial dan pengelolaan keuangan pribadi.
Kita tidak harus menolak media sosial atau influencer, tetapi kita bisa lebih bijak dalam menggunakannya. Saatnya menjadi konsumen yang sadar, kritis dan bertanggung jawab atas keputusan belanja sendiri. Jangan biarkan tren menentukan siapa kamu, tetapi kamu yang menentukan trenmu sendiri.