Sabtu, Mei 10, 2025

China Panas Dingin Hadapi Keputusan Trump

Abu azmi
Abu azmi
penulis,konten kreator.peruqyah
- Advertisement -

Ketika Donald Trump kembali menduduki kursi Presiden Amerika Serikat, dunia kembali menahan napas, terutama Tiongkok. Hubungan yang sebelumnya membaik di era Biden kini kembali diwarnai ketegangan, retorika keras, dan saling lempar kebijakan ekonomi. Pertanyaannya, apakah respons Tiongkok hanya sebatas ancaman, atau sebenarnya bagian dari strategi jangka panjang menghadapi kebangkitan populisme ekonomi di AS?

Babak Baru Perang Dagang: Tarif vs Tarif

Pada awal tahun 2025, Trump mengumumkan tarif tambahan sebesar 10% terhadap barang-barang impor dari Tiongkok, dengan alasan “menyelamatkan industri dalam negeri dan menyeimbangkan neraca perdagangan.” Langkah ini menggemakan kebijakan tarif tinggi yang pernah ia terapkan pada masa jabatan sebelumnya.

Tiongkok, tak tinggal diam. Beijing membalas dengan mengenakan tarif 15% terhadap batu bara dan gas alam cair dari AS. Tarif 10% juga dikenakan terhadap produk-produk vital seperti minyak mentah, alat berat pertanian, dan kendaraan bermesin besar. Tak hanya itu, Tiongkok juga menargetkan raksasa teknologi AS dengan membuka investigasi antimonopoli terhadap Google (CGTN).

Dual Circulation: Strategi Tiongkok Menjawab Ancaman

Respons Tiongkok tidak sekadar reaktif. Sejak 2020, Tiongkok telah menggulirkan kebijakan “dual circulation” – sebuah strategi ekonomi yang memadukan sirkulasi internal (konsumsi domestik) dan sirkulasi eksternal (ekspor dan investasi luar negeri). Strategi ini semakin dipacu dengan ketidakpastian global.

Tujuan dari kebijakan ini adalah menjadikan pasar domestik sebagai pilar utama pertumbuhan ekonomi, sehingga ketika pasar ekspor terganggu (seperti oleh tarif Trump), ekonomi tetap bisa berjalan. Peningkatan konsumsi dalam negeri, digitalisasi, dan penguatan industri lokal menjadi fokus utama kebijakan ini (Wikipedia).

Diversifikasi Pasar dan Aliansi Baru

Selain memperkuat pasar dalam negeri, Tiongkok aktif membangun dan memperluas jaringan dagang global. Negara-negara di Asia Tenggara, Afrika, dan Amerika Latin menjadi sasaran ekspansi investasi dan kerja sama ekonomi Tiongkok. Jalur ini menjadi alternatif untuk menghindari ketergantungan pada pasar AS.

Proyek ambisius seperti Belt and Road Initiative (BRI) juga menjadi instrumen penting Tiongkok untuk memperluas pengaruh dan akses perdagangan lintas benua. Dengan mempererat hubungan ekonomi dengan negara-negara berkembang, Tiongkok membangun bantalan jika hubungan dengan negara-negara Barat memburuk.

Perang Teknologi dan Supremasi Industri

Tarif hanyalah satu sisi dari koin. Di balik ketegangan dagang, tersimpan perang yang lebih besar: supremasi teknologi dan industri. AS khawatir dengan dominasi Tiongkok di sektor-sektor strategis seperti AI, semikonduktor, dan energi terbarukan. Karenanya, pemerintahan Trump kembali berupaya membatasi akses Tiongkok terhadap teknologi mutakhir dengan pembatasan ekspor chip dan perangkat keras tertentu.

Sebagai balasan, Tiongkok memperketat kontrol ekspor atas logam tanah jarang seperti tungsten dan molibdenum yang sangat dibutuhkan dalam pembuatan chip dan perangkat militer, sebagai kartu tawar strategis (OSW).

Ancaman atau Strategi?

Respons panas-dingin Tiongkok bisa dibaca dari dua sisi:

- Advertisement -
  1. Ancaman: Tarif dan kontrol ekspor bisa dilihat sebagai langkah pembalasan yang menunjukkan bahwa Tiongkok tidak akan tunduk pada tekanan AS. Langkah ini berfungsi sebagai peringatan bahwa ketegangan bisa berdampak besar pada stabilitas ekonomi global.
  2. Strategi: Di sisi lain, tindakan-tindakan ini tampak terukur dan merupakan bagian dari strategi lebih luas. Tiongkok terlihat tidak ingin berkonflik terbuka, tetapi juga tidak ingin dipermalukan. Strategi mereka adalah bertahan sambil membangun fondasi ekonomi yang lebih tahan terhadap guncangan luar.

Kesimpulan: Dunia Mengamati, Tiongkok Menyusun Ulang Peta

Hubungan antara AS dan Tiongkok di era Trump jilid dua kembali menjadi sorotan dunia. Meski tampak seperti dua kekuatan besar saling mengancam, di balik layar masing-masing negara sedang menyusun strategi jangka panjang. Bagi Tiongkok, ini bukan sekadar soal tarif, tetapi soal masa depan dominasi ekonomi global.

Sementara dunia mengamati, Tiongkok terus memperkuat fondasinya. Apakah ini awal dari tatanan ekonomi baru? Atau hanya episode lain dalam siklus ketegangan global?

Referensi:

  1. OSW – China responds to Trump’s tariffs
  2. CGTN – Trump’s Trade War: How Has China Responded?
  3. Wikipedia – Dual Circulation Policy
  4. Foreign Affairs – China’s Trump Strategy
Abu azmi
Abu azmi
penulis,konten kreator.peruqyah
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.