Senin, Oktober 14, 2024

Membedah Anxiety

Kafil Affan
Kafil Affan
Mahasiswa yang suka nulis, ngomong dan nonton film

Seorang teman mendapat jatah untuk mempresentasikan materi selanjutnya dan diberi waktu satu minggu untuk mempersiapkan materi tersebut. Sebenarnya dia sudah mempersiapkan materi yang akan dia bawakan dengan baik dengan mencari referensi di jurnal, buku dan You Tube.

Namun, setelah satu minggu berlangsung ketika dia akan mempresentasikannya materi yang dia presentasikan tidak tersampaikan dengan baik. Dia terlalu gugup dan overthinking dengan apa yang akan dihadapi sehingga tidak bisa fokus untuk menyampaikan materi.

Ilustrasi tersebut menggambarkan kondisi dimana seorang sedang mengalami anxiety atau kecemasan. Kondisi ketika seorang merasa cemas atau kadang jika kondisinya lebih ekstrem akan merasa takut berlebihan terhadap kejadian yang akan dihadapinya.

Ciri-ciri seseorang sedang mengalami anxiety yang pertama adalah tidak fokus, selalu mempertanyakan detail kecil yang bisa saja terjadi ketika dia mengalami kejadian yang akan datang. Yang kedua adalah adanya gestur berlebih sebelum tampil atau action, ini merupakan ciri non-verbal yang paling mungkin terjadi saat seseorang mengalami anxiety. Kegugupan yang ditimbulkan akibat pikiran berlebih yang sebenarnya tidak perlu untuk dipikirkan membuat anggota tubuh seseorang merasa tidak nyaman, persis sekali dengan kondisi saat seseorang merasa tertekan dan terintimidasi.

Lalu, disinilah tulisan ini muncul untuk membedah apa yang sebenarnya terjadi ketika seseorang mengalami anxiety. Sebelum masuk dalam pembahasan, tulisan ini sepenuhnya merupakan opini dari penulis yang mecoba menganalisis anxiety sehingga mungkin saja ada fakta yang luput dari penulis.

Saat seseorang terkena anxiety sebenarnya dia sedang memasukkan banyak variabel kemungkinan yang akan terjadi ke dalam otak padahal variabel kemungkinan tersebut belum tentu terjadi pada kenyataannya. Terdapat variabel tertentu yang bisa meredakan anxiety bahkan menghilangkannya. Variabel tersebut mempengaruhi pikiran para pengidap anxiety.

Dalam kasus seorang teman di atas, dia memasukkan banyak sekali variabel yang tidak perlu. Sebagai ilustrasi, variabel yang diperlukan adalah detail mengenai materi yang akan disampaikan, sumber yang bisa dipertanggungjawabkan dan keselarasan konteks. Namun, dia memasukkan variabel seperti “bagaimana kesanku saat menyampaikan materi”. “aku tidak cocok untuk tugas ini”, “ketika aku tidak bisa menjawab pertanyaan, apa yang harus aku lakukan”, “aku tidak cukup pintar untuk materi ini”. Berbagai variabel itu tidak relevan dengan materi yang akan disampaikan dan hanya akan mengganggu konsentrasi saja.

Sebaliknya, dia justru tidak memasukkan “variabel tertentu” yang bisa membantu meredakan anxiety. Dalam kasus tersebut contohnya adalah “mereka hanya temanku, jadi aku tidak perlu malu”, “ini diskusi akan jadi menarik jika ada kesalahan”, “materiku sudah kupersiapkan dengan baik jadi seharusnya aku bisa menyampaikannya dengan baik”. Variabel-variabel tertentu itu luput dari pemikirannya sehingga dia pun tersiksa dengan kecemasannya sendiri.

Dari sudut pandang neuroscience pun demikian. Lobus prefontal yang berfungssi sebagai pengambil keputusan mendapat banyak sekali variabel atau opsi yang dipertimbangkan sehingga jika lobus prefontal belum selesai mempertimbangkan variabel tersebut dan harus mengambil keputusan secara cepat anxiety pun terjadi. Singkatnya anxiety menambahkan terlalu banyak opsi untuk dipertimbangkan tanpa memperhatikan kapasitas fungsi otak yang terbatas. Inilah yang sering terjadi pada penderita anxiety.

Meskipun anxiety terkesan negaatif, namun sebenarnya jika digunakan dengan takaran yang pas anxiety akan cukup membantu. Dengan merasa cemas, kita sebenarnya memiliki tanggung jawab untuk menyelesaikan tugas dengan baik dan terstruktur. Dengan anxiety pula kita didorong untuk terus belajar dan lebih analitis dalam mengambil keputusan. Analoginya sama dengan filosofi yang ada pada logo apotek yaitu ular yang terkenal memiliki bisa yang sangat beracun jika menggunakannya sesuai dengan takaran maka bisa menjadi obat yang menyembuhkan. Namun, disitulah letak kesulitannya mengontrol anxiety supaya tidak “membunuh kita”.

Kafil Affan
Kafil Affan
Mahasiswa yang suka nulis, ngomong dan nonton film
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.