Istilah gotong royong baru dituliskan oleh penjajah belanda (Koentjaraningrat, 1994) pada masa kependudukanya, namun kebiasaanya sudah dilakukan jauh sebelum itu dan diteruskan oleh para pahlawan kita dalam membangun bangsa. Bahkan ir. Soekarno menyamakan istilah gotong royong dengan ideologi bangsa yaitu Pancasila (Daras, 2013)
Menurut Bintari (2016) pengertian gotong royong adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama dan bersifat rela agar kegiatan yang dikerjakan dapat berjalan dengan lancar, mudah dan ringan. Gotong royong dimaksudkan sebagai suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujuan Bersama (Soekanto, 1986)
Nilai gotong royong dalam sistem budaya orang Indonesia mengandung empat konsep; manusia itu tidak sendiri di dunia ini tetapi dilingkungi oleh masyarakatnya, manusia tergantung dalam aspek kehidupan kepada sesamanya, harus selalu berusaha memelihara hubungan baik dengan sesamanya, dan selalu berusaha untuk berbuat adil dengan sesamanya (Bintarto, 1980). Dari keempat nilai tersebut mengartikan bahwa manusia selalu membutuhkan sesamanya dalam menjalani kehidupan sehingga mereka wajib untuk menurunkan egonya dan menumbuhkan kesadaran untuk berperan aktif di dalam masyarakat.
Hal tersebut cukup untuk menjadikan gotong royong sebagai modal sosial dalam membangun masyarakat berkelanjutan, di mana masyarakat dengan kesadaran diri mau berperan aktif menjaga lingkungannya sehingga terjaga dengan baik.
Memudarnya gotong royong
Globalisasi, sebuah istilah yang sudah jarang kita dengar namun dampak dan prosesnya masih kita rasakan. Globalisasi adalah proses integrasi internasional yang terjadi karena adanya pertukaran pandangan dunia, pemikiran, produk, dan berbagai aspek kebudayaan lainnya. Akses yang mudah terhadap dunia luar membuat dunia dirasa tanpa batas sehingga kebudayaan dan pemikiran dari luar masuk dengan mudah terhadap sebuah masyarakat.
Masuknya kebudayaan dan pemikiran dari luar ke dalam masyarakat dapat mempengaruhi perilaku dan budaya masyarakatnya. Budaya barat menjadi budaya yang sangat berpengaruh terhadap budaya di Indonesia, budaya yang agresif dan dinamis serta mementingkan kebebasan individu menggerus budaya asli yang mempunyai nilai positif, salah satu dari budaya yang tergerus globalisasi adalah gotong royong (Enting & Melani, 2017).
Enting dan Melani dalam jurnalnya Pengaruh Memudarnya Gotong Royong Terhadap Kohesi dan Integrasi Sosial Di Indonesia (2017) menyebutkan bahwa dengan adanya globalisasi masyarakat terjangkit virus materialistis di mana gejala utamanya adalah individualistik dan menuhankan uang sehingga pekerjaan yang dilakukan harus menghasilkan keuntungan pribadi dan menghasilkan uang.
Akibatnya budaya gotong royong semakin memudar karena gotong royong adalah pekerjaan yang bertentangan dengan prinsip individualistik dan materialistik. Akibatnya masyarakat sulit diorganisir untuk kehidupan berkelanjutan, artinya masyarakat sulit diarahkan untuk mencapai cita-cita bersama.
Masa pandemi membuktikan hebatnya gotong royong
Awal mula virus corona masuk di Indonesia dimulai dengan dua orang terpapar virus corona di depok, salah satu dari kedua orang tersebut kontak dengan warga negara Jepang yang tenyata terbukti positif Covid-19 setelah melakukan pemeriksaan di Malaysia. Setelah kejadian tersebut, pada tanggal 2 maret 2020 Presiden Joko Widodo menetapkan indonesia dalam keadaan darurat wabah dan memutuskan untuk membatasi pergerakan masyarakatnya.
Dengan penetapan status darurat tersebut sontak seluruh masyarakat Indonesia bingung untuk menjalankan aturan dari pemerintah, dalam beberapa platform berita diistilahkan bagai memakan buah simalakama “jika bekerja mati karena virus, jika tidak bekerja mati karena kelaparan” hal ini digambarkan sebagai sulitnya kondisi masyarakat di masa pandemi.
Terlepas dari pro kontra memilih pilihan memakan buah simalakama, ada satu hal yang menjadi perhatian khusus kita dalam menghadapi masa pandemi, yaitu gotong royong. Masa pandemi menjadi saksi bisu bahwa gotong royong adalah gerakan yang sangat ampuh untuk menghadapi masalah bersama. Ada dua hal dalam gotong royong di masa pandemi yang perlu dijadikan pembelajaran.
Pertama, yaitu gotong royong dalam memulihkan masyarakat yang terjangkit covid-19. Masyarakat di beberapa kota dengan kesadaran diri membantu sesamanya yang terjangkit covid-19 dengan mencukupi kebutuhan sehari-harinya di dalam ruang karantina. akibatnya masyarakat yang terjangkit covid-19 hanya perlu fokus untuk penyembuhan sehingga dapat membantu menekan kasus covid-19 baru di lingkunganya.
Kedua, yaitu meningkatnya kualitas lingkungan. Disadari atau tidak disadari, dengan adanya pembatasan pergerakan dalam skala besar yang dilakukan bersama mampu meningkatkan kualitas lingkungan di sekitar, salah satu contoh adalah kualitas udara jakarta yang membaik selama awal masa pandemi (Christiani, 2021).
Bahkan, pada suatu kesempatan Gunung Gede Pangrango terlihat dari jakarta sebegitu jelasnya sampai lekukan gunungnya pun terlihat, ini adalah hal yang berbeda dari biasanya mengingat jakarta adalah kota dengan kualitas udara terburuk nomor 7 di Dunia (Nurdifa, 2022) sehingga pemandangan jauh tidak akan terlihat dengan baik. Ini menjadi petunjuk positif karena akhir-akhir ini masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang sulit untuk diatur dalam menjaga lingkungan dan kesehatanya (DLHK, 2021) sehingga gotong royong dapat menjadi pedoman untuk menjaga lingkungan dengan baik.
Kedua poin tersebut muncul pada masa pandemi, masa ketika masyarakat mempunyai satu kepentingan bersama yaitu memulihkan lingkungan seperti sedia, yaitu lingkungan yang sehat tanpa penyakit sehingga masyarakat mampu untuk hidup berkelanjutan. Kedua poin tersebut sama-sama menggunakan konsep gotong royong di mana masyarakat ikut dalam mencapai tujuan bersama dan dilakukan tanpa pamrih.
Cara hidup berkelanjutan
Gotong royong memang sudah ada sedari dahulu, namun seiring berjalanya waktu globalisasi memudarkan gotong royong. Masyarakat menjadi individualistik dan materialistik sehingga sulit diorganisir untuk kemudian diajak mencapai cita-cita bersama, namun di sisi lain gotong royong adalah modal sosial untuk membentuk masyarakat yang berkemajuan.
Dampak positif pandemi adalah kita bisa melihat petunjuk bahwa masyarakat harus melakukan sesuatu hal yang mampu mengatasi masalah bersama. Kita seperti diingatkan kembali akan pentingnya gotong royong.
Dua hal yang menjadi contoh adalah gotong royong mampu menekan penyebaran penyakit dan mampu untuk membuat lingkungan menjadi bersih. Dengan kedua contoh tersebut gotong royong adalah alat yang dapat digunakan untuk kehidupan berkelanjutan.