Dunia sepak bola dikejutkan dengan peristiwa kelam yang terjadi pada tanggal 1 Oktober 2022 kemarin di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang.
Laga sepak bola yang terjadi antara Arema FC Vs Persebaya Surabaya berakhir mengenaskan akibat tewasnya 131 orang pada saat itu.
Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo memaparkan kronologi kejadian tragedi Kanjuruhan. “Berdasarkan hasil pemeriksaan tim dan pendalaman, ada beberapa hal yang harus saya sampaikan sebagai bagian kronologis,” kata Kapolri saat konferensi pers, kamis malam, 6 oktober 2022.
Pada 12 September 2022, Panitia Pelaksana Arema FC mengirim surat kepada Polres Malang terkait permohonan rekomendai pertandingan Arema FC vs Persebaya Surabaya dilaksanakan 1 Oktober 2022 pukul 20.00 WIB.
Namun Polres meminta panitia mengubah jadwal menjadi pukul 15.30 WIB karena pertimbangan faktor keamanan. Namun ini ditolak PT Liga Indonesia Baru (LIB) karena alasan masalah penayangan siaran langsung hingga adanya kerugiaan ekonomi.
“Oleh karena itu, Polres menyiapkan 2.034 personel dari awal rencana 1.073 dan hanya suporter Aremania yang diperbolehkan hadir,” ujar Kapolri.
Laga pun selesai usai kemenangan Persebaya dengan skor 3-2. Suporter kemudian berlari masuk kedalam lapangan sehingga aparat melakukan mengamanan dengan mengerahkan 4 unit barakuda untuk para ofisial dan pemain persebaya.
Karena massa yang semakin banyak dan adanya penghadangan dari mereka maka aparatpun kesulitan dalam evakuasi yang di pimpin oleh Kapolres Malang. Namun setelah hampir satu jam, pasukan keamanan berhasil mengevakuasi seluruh ofisial dan pemain persebaya.
Kericuhanpun terjadi antara aparat dan suporter Arema FC, sehingga untuk mencegah penonton semakin banyak turun ke lapangan, beberapa personel menembak gas air mata.
Namun apakah penggunaan gas air mata di dalam laga sepak bola diperbolehkan? Penggunaan gas air mata sudah dilarang oleh FIFA dalam FIFA Stadium Safety and Security Regulations pasal 19b.”No fire arms or crowd control gas shall be carried or used [Tidak boleh membawa atau menggunakan senjata api atau gas air mata],” tulis aturan tersebut.
Polisi sendiri sudah mengetahui adanya larangan penggunaan gas air mata. Namun di polisi memiliki SOP-nya tersendiri dalam menangani kericuhan yang dapat menimbulkan korban jiwa. Walaupun ini memilki resiko yang sangat tinggi.
Namun selain itu, apakah tindakan para supporter turun ke lapangan merupakan suatu hal yang wajar? Pada Pasal 70 Ayat 1 jelas berbunyi, sebagai berikut:
Tingkah laku buruk yang dilakukan oleh penonton merupakan pelanggaran disiplin. Tingkah laku buruk penonton termasuk tetapi tidak terbatas pada; kekerasan kepada orang atau objek tertentu, penggunaan benda-benda yang mengandung api atau dapat mengakibatkan kebakaran (kembang api, petasan, bom asap (smoke bomb), suar (flare), dan sebagainya), penggunaan alat laser, pelemparan misil, menampilkan slogan yang bersifat menghina, berbau keagamaan/religius atau terkait isu politis tertentu, dalam bentuk apapun (secara khusus dengan cara memasang bendera, spanduk, tulisan, atribut, choreo atau sejenisnya selama pertandingan berlangsung), menggunakan kata-kata atau bunyi-bunyian yang menghina atau melecehkan atau memasuki lapangan permainan tanpa seizin perangkat pertandingan dan panitia pelaksana.
Sehingga menurut saya baik Polisi dan Suporter seharusnya mematuhi aturan yang sudah diberlakukan baik itu aturan berstandar nasional maupun yang distandarisasi oleh FIFA. Agar kejadian mengenaskan ini tidak terulang kembali.
Marilah kita berbelasungkawa untuk para korban yang meninggal baik dari pihak suporter dan pihak Polri. Semoga keluarga yang ditinggalkan diberi kekuatan dan ketabahan, sehingga proses hukum yang sedang berjalan dapat memberikan keadilan bagi semua pihak.