Selasa, April 30, 2024

Mencegah Covid-19 Pada Anak Jalanan

Marjono
Marjono
Alumnus Pascasarjana Universitas Semarang (USM), 2006, Kasubbag Materi Naskah Pimpinan Biro Umum Setda Provinsi Jawa Tengah, 2015-Sekarang, dan Penulis lepas

Anak-anak kita yang bersama keluarganya tidak masalah, yang menjadi masalah adalah mereka yang bertahan hidup dalam hiruk pikuknya jalanan. Anak-anak jalanan inilah yang acap kita subordinatkan, stigma rendahan, dan rerupa predikat yang tak enak di telinga.

Indrasari Tjandraningsih (1995) menyebutkan bahwa anak yang bekerja secara informal di perkotaan yang lebih dikenal dengan anak jalanan, mereka lebih rentan terhadap eksploitasi, kekerasan, kecanduan obat bius, dan pelecehan seksual.

Siapapun gak mau hidup dalam pelukan getirnya jalanan. Tak juga, anak-anak kita. Kawasan bundaran Tugu Muda, ruasan Menoreh Semarang, dll, belum bebas dari kerumunan anak-anak jalanan dengan segenap aksi menjual kenestapaannya. Mereka acap mengaku belum makan, membantu orangtua, membantu biaya sekolah adiknya atau mencari tambahan biaya pengobatan keluarga di rumah sakit, dll. Sesekali tercium aroma alkohol dan bau menyengat lem aica aibon dari tubuhnya. Miris, ngelus dada kita.

Ada saja alasan mereka berlama-lama di jalanan. Rata-rata mereka putus sekolah bahkan ada yang tidak pernah mengenyam bangku sekolah. Mereka juga dengan ringannya mengaku berasal dari keluarga miskin, ada yang berkata orang tua tidak punya rumah, atau sekadar tidur di emperan pertokoan, menyelinap di Lawangsewu untuk sekadar melepas penat dan tidur ayam di tengah terjalnya nasib yang meringkusnya.

Karakteristik anak jalanan, menurut Asmawati (1999) mengelompokkan anak jalanan menjadi dua, yaitu anak semi jalanan dan anak jalanan murni. Anak semi jalanan diistilahkan untuk anak-anak yang hidup dan mencari penghidupan di jalanan, tetapi tetap mempunyai hubungan dengan keluarga. Sementara itu, anak jalanan murni diistilahkan untuk anak-anak yang hidup dan menjalani kehidupannya di jalanan tanpa punya hubungan dengan keluarganya.

Abu Huraerah (2006) menyebutkan beberapa penyebab munculnya anak jalanan, antara lain orang tua mendorong anak bekerja dengan alasan untuk membantu ekonomi keluarga, kasus kekerasan dan perlakuan salah terhadap anak oleh orang tua semakin meningkat sehingga anak lari ke jalanan, anak terancam putus sekolah karena orang tua tidak mampu membayar uang sekolah.

Lalu, apa yang telah kita perbuat untuk melindungi, mengadang dan menyelamatkan mereka dari bengalnya virus covid-19 atau corona. Rasanya tak bijak, ketika kita hanya menyalahkan anak jalanan tanpa pernah memberikan solusi.

Mereka hampir setiap hari pegang koran nasional dan atau lokal, tapi mereka tak pernah mau mengetahui isi koran tersebut, berita atau isu apa yang sedang masif, termasuk ganasnya sebaran virus corona. Tak sedikit dari mereka yang berprofesi mengamen dan atau mengemis belaka.

Merebaknya wabah corona bagi mereka tidak berpengaruh atas daya hidup di jalanan. Jalanan bagi mereka membuatnya dewasa, jalanan membawanya lebih berwarna. Panggung hidup anak jalanan akan menjadi hitam atau putih bahkan seriang pelangi lebih bergantung kekerasan yang dihadapinya.

Lapangan hidup anak jalanan tak jarang yang menggoreskan kepedihan bahkan kemiskinan yang meronta. Eksploitasi acap menjadi-jadi untuk sekadar bertahan menyambung umur. Mereka sering dijadikan obyek bisnis. Ironi dan hegemoni menyatu dalam adukan hidup mereka. Betapa tidak, kemurungan ini justru datang atas persetujuan orang tua mereka sendiri, yang tak jarang berperan sebagai bagian dari mafia anak jalanan.

Menjadi anak jalanan bukan pilihan hidup yang diinginkan oleh setiap orang dan bukan pula pilihan yang menyenangkan, terutama terkait dengan keamanannya. Mereka sering dianggap sebagai biang masalah, yang kerap disebut sebagai sampah masyarakat.

Regulasi tinggal regulasi. Regulasi sering tak berdaya mencegah dan atau mengatasi fenomena ini, namun belum ada yang sepenuhnya memenuhi ekspektasi. Jumlah anak jalanan tidak berkurang, bahkan semakin bertambah banyak dan sebagian besar terseret dalam ekonomi underground yang cenderung lekat dengan just having fun, seks bebas, kekerasan, narkoba, dan dunia kriminal lainnya.

Lingkungan Sehat

Perilaku mereka jauh dari aturan keluarga, namun solidaritas atau program sharing-nya tinggi, termasuk sharing makanan dan minuman, bertukar tubuh, berbagi narkoba maupun makanan. Anak-anak jalanan ini pun acap tidak begitu perhatian terhadap kesehatan dirinya sendiri.

Hujan adalah dunianya, panas adalah bagian nadinya, jalanan adalah ibu kandungnya. Budaya hidup bersih menjadi kurus bagi mereka, olah raga masih menjadi barang mewah dan sebatas pertunjukkan di alun-alun kota dana tau televisi.

Makanan bergizi, sayur mayor apalagi vitamin masih menjadi mimpi mereka ketika anak-anak seusianya bersama keluarga menikmati makanan siap saji di Jalan-jalan protokol atau mal kota.

Aktifitas mereka inilah yang sekarang ini sangat membahayakan bagi kesehatan apalagi sedang galaknya wabah sebaran virus corona. Padahal, anak jalanan juga butuh lingkungan yang sehat, memperoleh pendidikan, mengembangkan kemampuan sosial, mental dan spiritual, mendapatkan hak sipil. Kebutuhan-kebutuhan tersebut acap absen bahkan nihil, sehingga mereka cukup rentan ketika virus corona berdatangan.

Disinilah pemda, relawan, pendamping anak jalanan dan pemangku kepentingan lain semestinya tergerak merangkul dan menjadi orangtua bagi mereka, khususnya saat corona banyak merenggut nyawa manusia. Dokter, tenaga medis tak terselamatkan ketika mereka mengobati pasien sipil yang berjuang melawan koloni corona. Hingga kini belum ada data spesifik dan resmi korban covid-19 pada anak jalanan.

Anak-anak jalanan inilah yang kita harus julurkan tangan, melakukan edukasi hidup sehat kepada mereka, dan mengajak mencegah penyebaran virus corona. Karena mereka punya hak mendapatkan perlindungan dan hak-hak lainnya. Mengindari kerumunan dan membatasi diri, kita edukasi enam langkah mencuci tangan yang benar sebagai bagian upaya menjaga kesehatan personal untuk mencegah menularnya virus corona, maupun penyakit menular lainnya.

Etika bersin, batuk maupun pilek juga diajarkan. Anak-anak jalanan juga penting mendapatkan masker, handsanitizer sekaligus diajari cara memakainya yang benar agar virus corona tak menjalar dan menular ke tubuh mereka. Disiplin kata kuncinya.

Menyerahkan anak jalanan kepada Polisi, Satpol PP, Dinkes dan Dinsos saja tidak cukup. Mari, keroyokan bersama melindungi dan menyelamatkan anak-anak terlantar dan anak jalanan sebagai bagian pelayanan publik kita yang responsif, mudah dan informatif.

Marjono
Marjono
Alumnus Pascasarjana Universitas Semarang (USM), 2006, Kasubbag Materi Naskah Pimpinan Biro Umum Setda Provinsi Jawa Tengah, 2015-Sekarang, dan Penulis lepas
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.