Sebagian besar polemik politik terjadi lantaran berita bohong. Sebagian besar berita bohong muncul lantaran ketidakmampuan memahami konteks sebuah pernyataan. Anggapan Pak Prabowo menghina TNI lantaran menyatakan “lebih TNI dari TNI” dalam debat keempat pekan lalu adalah salah satu polemik karena ketidakmampuan pihak tertentu memahami konteks pernyataan tersebut.
Menjadi prihatin, lantaran Presiden Joko Widodo (Jokowi) termasuk yang salah kaprah menanggapi pernyataan tersebut. Beliau menyatakan di hadapan pendukungnya saat kampanye di Palembang, “jangan sampai ada yang menjelekkan TNI kita. Jangan sampai ada yang meremehkan TNI kita”, tiga hari setelah debat berlangsung dengan maksud menyindir Pak Prabowo.
Padahal beliau hadir sepanggung dengan Pak Prabowo dalam debat dan bisa dipastikan mendengarkan secara utuh konteksnya. Tidak seperti orang lain, yang mungkin mendengarnya sepintas dan sepotong dari berita atau potongan video debat. Sungguh teramat disayangkan.
Saya memahami, bahwa dalam pertarungan politik segala cara boleh saja dilakukan. Akan tetapi, tidak sampai pikiran saya Pak Jokowi yang diagung-agungkan pendukungnya sebagai sosok cerdas dan merakyat bisa tidak mengaburkan pernyataan Pak Prabowo sedemikian rupa. Apalagi Pak Jokowi sendiri kerap menggembar-gemborkan komitmen melawan hoaks.
Sebab pernyataan Pak Jokowi tersebut terlanjur diamplifikasi pendukungnya sedemikian rupa sehingga mendiskreditkan Pak Prabowo, maka sebagai Ketua DPP Gerindra, saya merasa perlu meluruskannya.
Apabila kita kembali melihat secara utuh proses perdebatan waktu itu, terang Pak Prabowo secara berulang menegaskan komitmennya menguatkan pertahanan negara ini yang belum terlalu tangguh untuk menjadi pengaman manusia, sumber daya alam, serta upaya diplomasi.
Salah satu indikatornya, adalah anggaran pertahanan kita yang masih minim. Hanya 0,3 persen dari PDB Indonesia. Jauh di bawah Singapura. Padahal secara teritori Indonesia jauh lebih luas ketimbang Singapura. Sehingga, masih banyak kawasan yang tidak mampu terjaga dengan baik.
Akibatnya, sumber daya negara ini rentan terhadap pencurian. Kapal ikan asing masih banyak yang lolos dari pengawasan mencuri dari laut kita jumlah kapal perang sedikit untuk mengawasi wilayah laut yang luas. Teritori udara kita belum berdaulat sepenuhnya karena jumlah pesawat tempur yang minim. Bahkan banyak dari pesawat tersebut yang sudah tua dan rusak.
Semua itu adalah fakta yang menjadi keprihatinan Pak Prabowo. Sebagai seorang yang sejak usia 18 tahun telah bersumpah setia kepada negara, Pancasila dan TNI, beliau merasa bertanggung jawab untuk terus menjaga sumpahnya. Salah satunya dengan menguatkan angkatan perang demi mempertahankan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Dalam kesempatan itu, Pak Prabowo pun telah secara konkret menjelaskan caranya, yakni dengan mengerem potensi kebocoran uang negara sebesar Rp1000 triliun per tahun seperti halnya yang dikatakan Litbang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Uang tersebut, nantinya sebagian digunakan untuk meningkatkan kemampuan alutsista Indonesia. Sementara sebagian lainnya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Dengan menghentikan kebocoran uang negara, menunjukkan pula komitmen Pak Prabowo memberantas korupsi di negeri ini. Seperti yang beliau katakan, masih banyak pejabat-pejabat korup di negeri ini yang hanya bekerja berlandaskan asal bapak senang, bukan demi rakyat. Mereka itu yang ingin disingkirkan Pak Prabowo. Sebagai mitigasi korupsi, Pak Prabowo juga berkomitmen meningkatkan kesejahteraan ASN dan aparat keamanan, termasuk TNI.
Lalu, di mana salahnya? Di mananya yang menghina TNI? Tidak ada.
Sebaliknya, pernyataan “lebih TNI dari TNI” adalah ungkapan rasa sayang kepada institusi tersebut dari Pak Prabowo. Beliau ingin TNI kuat dan menjadi penjaga demokrasi dengan independensinya. Agar tidak bisa dimanfaatkan pihak tertentu. Beliau juga ingin TNI memiliki visi yang maju dalam melaksanakan tugas pertahanan negara ini. Karena, menurut beliau, saat ini banyak pihak yang salah kaprah dalam menyusun strategi penguatan kedaulatan negara.
Sebagai mantan prajurit yang pernah terjun langsung ke medan perang, beliau sangat paham strategi penguatan TNI sebagai alat pertahanan negara. Itulah yang ingin beliau berikan kepada TNI apabila terpilih menjadi presiden. Yang secara otomatis efeknya secara luas untuk keamanan seluruh rakyat Indonesia.
Maka, bisa saya simpulkan di sini, Pak Prabowo sama sekali tidak pernah beranjak dari komitmennya sebagai seorang nasionalis untuk menjaga NKRI. Pak Jokowi dalam debat saya kira juga telah mengakuinya. Ketika Pak Prabowo menanyakan apakah layak seorang yang telah bersumpah menjaga NKRI dianggap mendukung radikalisme, Pak Jokowi secara jelas menyatakan, “Pak Prabowo nasionalis sejati.” Dan akan lebih baik jika pengakuan mulia Pak Jokowi tersebut diamini pendukungnya.