Calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto menyebutkan bahwa sejumlah elite pendukungnya diancam oleh pihak-pihak tertentu. “Saya sering kedatangan elite entah pakai gelar ini, pakai gelar itu, pakai posisi ini dan itu dan mereka bilang, “Pak Prabowo, kami ingin mendukung bapak, tapi kami diancam, ditekan. Jadi kami akan mendukung Pak Prabowo diam-diam, begitu,” kata Prabowo di depan relawan pendukungnya, di Istora Senayan, Jakarta, Kamis (22/11) lalu.
Saya mencoba memahami lebih jauh atas pernyataan ‘ancam-mengancam’ Prabowo ini. Ada dua elemen penting yang bisa dijadikan alat ukur, apakah pernyataan mantan Danjen Kopassus itu hoaks atau fakta?
Mengatrol Elektabilitas
Pertama, kalau memang benar ada ancaman, alangkah baiknya Prabowo segera menyarankan elite pendukungnya untuk melaporkan si pengancam ke polisi. Siapapun pelakunya (individu maupun kelompok), mereka jelas sudah melakukan tindak kriminal dan harus segera diproses hukum. Prabowo tak perlu mengumbar kasus ancaman itu dalam pidato kampanye politiknya.
Kedua, kalau ancaman itu tidak ada, maka Prabowo diduga kuat telah menyebarkan hoaks. Untuk membuktikan apakah kasus ancaman itu hoaks atau bukan, gampang saja. Prabowo harus menyampaikan sejumlah bukti, diantaranya ialah siapa nama elite pendukungnya yang diancam, siapa pelaku yang mengancam, dimana kejadiannya, kapan peristiwa ancaman terjadi, ancamannya dalam bentuk apa dan apa tujuan si pengancam.
Jika Prabowo menyebar hoaks hanya untuk menarik simpati rakyat atau mengatrol elektabilitasnya, maka sangat disayangkan karena perjalanan sistem demokrasi Indonesia akan semakin buruk. Prabowo juga bisa dituding telah merusak sendi-sendi kontestasi politik (pilpres 2019).
Target Politik
Saya menduga, Prabowo mempunyai tiga tujuan politik ketika melempar isu ‘adanya ancaman’ (bila itu hoaks) kepada publik yaitu:
Pertama, Prabowo sedang melakukan manuver character assassination (pembunuhan karakter) untuk memenangkan persaingan melawan Jokowi. Mengapa sasarannya Jokowi? Karena Jokowi adalah pesaing tunggal Prabowo yang mempunyai pengaruh dan dukungan publik sangat besar serta memiliki reputasi baik di rakyat.
Mungkin saja, pembunuhan karakter yang dilakukan Prabowo, sudah direncanakan jauh-jauh hari (sebelum masa kampanye). Pembunuhan karakter ini, selain untuk memperburuk citra Jokowi juga untuk meraup suara mengambang.
Kedua, Prabowo sedang menerapkan black campaign (kampanye hitam) dengan menjelek-jelekkan Jokowi kepada publik. Dengan menerapkan black campaign, Prabowo berharap rakyat memiliki persepsi buruk terhadap Jokowi.
Secara umum, bentuk kampanye hitam diantaranya ialah menghina, memfitnah, mengadu domba atau menghasut masyarakat. Sebelumnya, black campaign yang dikenal sebagai whispering campaign dilakukan dengan cara menyebar desas-desus dari mulut ke mulut. Saat ini, black campaign telah memanfaatkan keberadaan sosial media secara maksimal.
Ketiga Prabowo sedang memerankan tokoh playing victim yaitu sebagai seorang korban kejahatan. Prabowo memposisikan targetnya (Jokowi) sebagai tersangka atau pelaku kejahatan. Metode playing victim ini antara lain ialah menyebar foto-foto atau video hasil editan, membuat diksi dan narasi yang bersifat menuduh.
Tujuan Prabowo melakukan playing victim ialah agar masyarakat percaya bahwa Jokowi benar-benar sebagai pelaku kejahatan (padahal, sebenarnya tidak). Prabowo sebagai pemeran playing victim akan terus menggiring persepsi, empati, dan nalar publik untuk menjustifikasi tindak kejahatan yang dituduhkan ke Jokowi.
Nah dari ketiga sudut pandang di atas, Anda sudah bisa mengetahui mengapa Prabowo melempar pernyataan bahwa ada elite pendukungnya diancam. Salam seruput teh tubruknya sobat…