Selasa, April 30, 2024

Ali Adrian, Berpacu Bersama Semangat Indonesia

Ali-Adrian-Moto2-European-Championship

Jam menunjukkan pukul 15.00. Seseorang yang dinanti belum datang juga. Hari itu, sebuah janji wawancara dengan Ali Adrian, seorang pebalap kelas Moto2 terlambat tiga puluh menit. Sepuluh menit berselang, seorang pemuda dengan kaus berwarna putih campur abu-abu datang dan menyalami kami.

Tanpa basa-basi permintaan maaf keluar dari mulutnya sembari menceritakan keterlambatannya. Siang itu, ia baru saja dari Sirkuit Sentul, Jawa Barat. Bukan untuk berlatih tetapi untuk menjenguk salah satu kawan pebalap yang baru saja mengalami cedera.

Tepat sehari sebelumnya, M Fadli mengalami kecelakaan pada ajang SuperSport 600cc, Asia Road Racing Championship 2015. Adrian, begitu nama panggilannya langsung menunjukkan video detik-detik Fadli ditabrak dari belakang saat melakukan selebrasi kemenangan oleh pebalap asal Thailand, Jakkrit Sawangsat.

“Ngilu ngeliatnya tapi ya gak boleh kapok dong,” ujar Adrian mantap ketika ditanya bagaimana perasaannya ketika melihat kecelakaan yang dialami teman sesama pebalap. Adrian juga mengaku sempat beberapa kali cedera. “Aku pernah mengalami kejadian mirip yang dialami Fadli. Tapi waktu itu ototku yang sobek. Padahal besoknya harus tanding lagi.”

Meskipun cedera, Adrian tetap berusaha untuk tampil maksimal dan tetap mengutamakan keselamatan. “Aku tetap usahain tetap tanding tetapi tetap harus di bawah pengawasan dokter,” ujar laki-laki yang berusia 21 tahun ini.

Sebenarnya saat itu Adrian tak diijinkan dokter ikut bertanding karena ototnya sobek. Tapi Adrian ngotot. Akhirnya dokter mengalah. “Oke, saya akan ijinkan kalau kamu mampu push up 10 kali,” kata dokter. Dengan menahan sakit luarbiasa Adrian mampu mekakukan prasyarat dokter. “Setelah push up, saya lihat dokter menitikkan airmata sambil menandatangani surat keterangan boleh ikut bertanding.”

Keselamatan dalam berkendara memang telah ditanamkan oleh ayahnya. Hal tersebut tergambar ketika Adrian mulai menceritakan awal kecintaannya pada dunia balap motor. “Orang tuaku memang suka otomotif. Papa dan ibu sama-sama suka rally. Jadi waktu aku umur tiga tahun dikasih hadiah motor kecil. Awalnya ya karena mereka suka otomotif aja,” ujarnya sambil menunjukkan fotonya dengan motor pertamanya.

Motor itulah yang membuat Adrian senang dengan dunia motor. Tanpa rasa takut, Adrian mulai belajar mengendarai motor tersebut di depan rumah. “Papa selalu kasih aturan kalo keamanan nomor satu. Jadi ketika naik motor sejak kecil aku harus pakai helm, jaket dan pelindung lengan dan kaki.”

Meskipun telah memakai berbagai alat keselamatan berkendara, kedua orang tua Adrian merasa khawatir mengingat jalanan yang digunakan adalah jalan umum dan banyak mobil lalu lalang. Adrian pun menceritakan kejadian dirinya pernah terjatuh saat usia tiga tahun tersebut.

“Aku dulu sempet nakal gak pake helm pas naik motor. Udah gitu mau gaya-gaya abis nonton power ranger ngebut tanpa ngeliat ada polisi tidur. Jatuh deh akhirnya,” ujarnya sambil tertawa. Ia pun tak segan menunjukkan foto dengan luka di sekitar bibir tersebut. “Kata papa, kamu malah nyium aspal bukannya nyium papa.” Gelak tawa kembali mewarnai wawancara kali ini.

Kekhawatiran kedua orang tua Adrian akhirnya yang membuat sebuah sirkuit mini ada di samping rumahnya. “Waktu itu aku sampe bikin tenda di tengah sirkuit karena pengen banget tinggal di sirkuit,” ujar anak kedua dari empat bersaudara ini.

Mimpi untuk tinggal di sirkuit tersebut kini menjadi kenyataan. Berkat kegigihannya untuk menjadi pembalap internasional kini ia tinggal di Spanyol untuk berlatih di International Circuito de Almeria. Selama di Spanyol, Adrian berlatih motor dua kali sehari. Latihan dimulai dari pukul 9 hingga 10 pagi dan dilanjutkan dari pukul 1 siang hingga 4 sore. Sisa harinya dilanjutkan dengan kegiatan olahraga seperti bersepeda, lari dan berenang.

Jadwal latihan padat ini memang menjadi keputusan Adrian sendiri. “Ketika udah seneng sama dunia motor. Aku langsung bilang sama papa dan ibu kalau aku ingin jadi pebalap profesional,” ujar pria kelahiran 29 September 1993 tersebut.

Keinginannya menjadi pebalap profesional disambut positif oleh kedua orang tuanya. Meskipun kedua orang tuanya berasal dari keluarga TNI dan diplomat, ia merasa sangat didukung oleh orang tua. “Aku cuman dipesenin sama mereka kalau anak-anaknya dibebaskan mau jadi apa aja tapi harus serius dan jadi yang terbaik,” ujarnya mantap.

Hal itulah yang membuatnya semakin bertekad untuk menjadi pebalap profesional. Meski beberapa kali ia merasa iri terhadap teman di usianya yang dapat melakukan banyak hal. “Biasanya kalo ada acara sama temen sampai malam, aku cuman bisa ikut sampai jam 9 malam karena besoknya harus latihan.”

Semasa berlatih di Spanyol, ia pun sempat merasakan beberapa kejenuhan. “Kadang kalau pulang dari latihan, teman-teman di sirkuit langsung berkabar sama istri dan anak. Aku cuman bisa liatin mereka aja. Paling yang nelpon aku orang tua,” ujarnya sambil tertawa.

 

ali aldrian_1

 

Selain mendapatkan ilmu dari profesional seperti David Garcia yang menjadi manajernya, ia mendapatkan banyak cara berpikir baru. “Dalam satu tim aku paling muda. Kadang ya merasa segan karena tidak bisa bercanda, tapi aku jadi berpikir lebih dewasa.”

Belajar menjadi lebih dewasa membuat Adrian lebih memposisikan diri terutama ketika merasakan tidak dapat seperti anak muda pada umumnya. Sehingga ia tetap nyaman menjalani masa muda dengan latihan balap.

Keseriusannya pada dunia balap motor terbukti dengan pilihannya dengan memilih mengambil kontrak yang lebih sulit. “Aku memilih untuk cari sponsor sendiri supaya aku bisa gapai mimpi aku untuk jadi juara MotoGP,” ujarnya. Pilihan itulah yang membuatnya harus bolak-balik mencari sponsor.

“Ya karena aku suka bangun pagi jadi mungkin rezekiku gak dipatok ayam. Jadinya aku dapet sponsor dari Pertamina,” ujarnya sambil bergurau. Meskipun menjadi pebalap profesional, ia tetap menjadi sosok yang ramah dan suka bergurau. Sama seperti khas anak muda di usianya.

Keberhasilannya mendapatkan sponsor juga berkat relasi dan pertemanan yang ia bangun. “Waktu itu selesai sesi berenang sore, aku mau ke Pertamina buat kasih proposal. Ternyata di tempat berenang itu aku ketemu orang yang kenal dengan Pak Ali Mudakhir, orang yang mau aku temui di Pertamina. Mungkin emang sudah jalannya,” ujar pria yang juga senang olahraga tenis.

“Mungkin buat beberapa orang kontrak yang aku ambil ini berat. Tapi justru ini mimpi aku,” ujarnya. Ada tiga syarat penting yang harus dilakukan oleh Adrian di luar kontrak yang ia tandatangani. Syarat tersebut yaitu ia harus tinggal di Spanyol, berlatih setiap hari dan tinggal di Sirkuit. “Semua syarat itu ya mimpi aku dari kecil,” ujarnya semakin bersemangat.

Pencarian sponsor juga membuatnya melihat bagaimana pemerintah khususnya Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) yang kurang memberikan dukungan kepada para pebalap motor. Hal tersebut terbukti ketika saat mencari sponsor, Adrian juga mencoba berulang kali memberikannya kepada Kemenpora.

“Hasilnya? Dukungan moral,” ujarnya dengan tenang. Tidak mendapatkan dukungan dari pemerintah lantas tidak membuat Adrian patah semangat. Ia justru punya mimpi besar untuk para pebalap motor di Indonesia.

“Aku ingin mengumpulkan seluruh para pebalap motor dan bikin sirkuit lagi di Indonesia supaya aku bisa berkompetisi di negara sendiri,” ujarnya. Tekatnya juga diikuti dengan persiapan. Saat ini, Adrian juga kuliah di sebuah universitas terbuka Spanyol dan mengambil jurusan manajemen olahraga. Harapannya, dengan ilmu tersebut ia dapat membantu Kemenpora mengelola pebalap motor di Indonesia.

Menurutnya pemerintah Indonesia belum cukup matang untuk melakukan dukungan. Sehingga tidak heran jika bantuan yang diberikan hanya berupa moral. Ia juga menceritakan bagaimana negara seperti Italia dan Spanyol dapat mencetak juara balap seperti Valentino Rossi. “Di sana kompetisi balap sudah diberikan buat anak umur tiga tahun. Jadi dari kecil udah benar-benar dipersiapkan.”

Selain mengelola sumber daya manusia, negara-negara tersebut juga mempersiapkan dengan matang infrastruktur yang mendukung seperti sirkuit. “Makanya aku ingin buat sirkuit di Indonesia. Supaya makin banyak pebalap profesional di Indonesia,” ujarnya mantap

“Top!” ujarnya singkat ketika ditanya mengenai potensi pebalap di Indonesia. Potensi itulah yang membuatnya berharap kepada pemerintah untuk ikut mendukung dalam bentuk perbaikan fasilitas.

Adrian pun berharap agar banyak anak muda Indonesia yang sudah memiliki kemampuan dalam dunia balap untuk ikut mengharumkan nama Indonesia. “Tapi sayangnya 80% pebalap Indonesia memang tidak didukung oleh orang tua. Sudah tidak ada dukungan orang tua, pemerintah juga tidak bisa mendukung apa-apa,” ujar pebalap yang telah berkarir sejak usia 12 tahun.

Ia juga berpesan kepada seluruh pebalap Indonesia yang mengalami hal tersebut untuk tetap percaya. “Asal percaya dan tekun pasti bisa. Itu udah terjadi pada diriku sendiri,” ujar pebalap dengan nomor motor 12 ini.

Obrolan sore itu ditutup dengan cita-cita Adrian. “Doakan saja supaya aku bisa balap di MotoGP kemudian bisa jadi juara,” ujarnya. Semangat anak muda Indonesia pun ikut bersama Adrian yang terus memacu motor balapnya hingga MotoGP.[*]

Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.